Roadmap Pengembangan Industri BPR/S 2021 - 2025
Industri

Dorong Konsolidasi, OJK Naikkan Batas Modal Disetor Minimum BPRS Mulai Rp15 Miliar

  • Tambahan informasi, selain mengatur soal modal disetor minimum, beleid ini juga menyinggung hal lain seperti perubahan Izin Usaha BUS atau BUK menjadi BPRS.

Industri

Yosi Winosa

JAKARTA - OJK menaikkan batas modal minimum Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) melalui penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 26 Tahun 2022 tentang BPRS (POJK BPRS).

Dalam beleid yang merupakan penyempurnaan dari POJK Nomor 3/POJK.03/2016 ini, diatur besaran modal minimum berdasarkan zonasi.

Tujuannya adalah penguataan kelembagaan untuk mendukung program konsolidasi industri perbankan syariah melalui pendirian BPRS secara efektif, menciptakan proses perizinan BPRS yang lebih efektif dan efisien serta menghadirkan BPRS yang lebih tertata dan kuat.

"Penyesuaian kewenangan OJK untuk menetapkan modal disetor yang lebih tinggi berdasarkan pertimbangan tertentu," kata OJK dalam website resmi dikutip Selasa, 10 Januari 2023.

Secara rinci, modal minimum yang wajib disetor BPRS di zona satu atau provinsi Pulau Jawa dan Bali sebesar Rp75 miliar dari sebelumnya Rp12 miliar.

Kemudian untuk BPRS di zona dua atau provinsi Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, serta Nusa Tenggara Barat diwajibkan memiliki modal minimum disetor Rp35 miliar dari sebelumnya Rp7 miliar.

Untuk zona tiga atau provinsi di Pulau Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, di provinsi Pulau Papua, serta Nusa Tenggara Timur wajib memiliki modal disetor Rp15 miliar dari sebelumnya Rp5miliar. 

Tambahan informasi, selain mengatur soal modal disetor minimum, beleid ini juga menyinggung hal lain seperti perubahan Izin Usaha BUS atau BUK menjadi BPRS. 

Selanjutnya, diatur juga penyesuaian terhadap perizinan pendirian BPRS yang terdiri dari percepatan jangka waktu pemberian Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha, penempatan modal disetor, penambahan penilaian terhadap kinerja keuangan dan pemenuhan ketentuan LJK lain yang dimiliki oleh calon Pemegang Saham Pengendali BPRS, serta kewajiban BPRS untuk segera melakukan kegiatan usaha setelah izin diberikan.

Selain itu, terdapat penambahan pengaturan terkait kepemilikan, permodalan, kepengurusan, dan kegiatan usaha BPRS dalam rangka penguatan kelembagaan, digitalisasi pelaporan, dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait.

Peningkatan cakupan jaringan kantor dan penerapan sinergi BPRS di tengah era teknologi yang semakin masif saat ini juga diatur lebih lanjut dengan harapan BPRS dapat memberikan layanan yang lebih optimal dan efisien kepada masyarakat.

Dalam upaya perlindungan konsumen, mekanisme pencabutan izin usaha BPRS atas pemegang saham diatur untuk memberi kepastian bagi penyelesaian kewajiban nasabah dan masyarakat.