Ilustrasi kredit perbankan.
Perbankan

DPK Bank Jumbo Tumbuh Lebih Lambat Dibanding Kredit, Ceminkan Tantangan Likuiditas untuk Perbankan

  • Di beberapa negara, rasio kredit setara atau bahkan lebih tinggi dari PDB, dengan perbandingan 1:1 atau lebih. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki ruang yang besar untuk meningkatkan penyaluran kredit.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Pertumbuhan laba bank di kategori Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) 4, yang terdiri dari bank-bank dengan modal inti terbesar di Indonesia, semakin terdorong oleh ekspansi kredit yang pesat dan pendapatan bunga yang meningkat. Namun, di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih jauh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kredit. Fenomena ini mencerminkan adanya ketidakseimbangan yang harus dihadapi oleh perbankan untuk menjaga kinerja positif di tengah naiknya biaya dana.

Bank Rakyat Indonesia (BRI)

Dari sisi penyaluran kredit, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI/BBRI) mencatatkan peningkatan sebesar 7,12% yoy menjadi Rp1.203,68 triliun per-Agustus 2024, dibandingkan Rp1.123,64 triliun di tahun sebelumnya.

Sementara itu, pertumbuhan DPK BRI tercatat sebesar 6,6% yoy, dengan total DPK mencapai Rp1.349,06 triliun per Agustus 2024, dibandingkan Rp1.265,33 triliun pada periode yang sama tahun lalu. 

Dengan pertumbuhan kredit dan DPK yang cukup signifikan, total aset BRI juga mengalami kenaikan 6,72% yoy menjadi Rp1.810,73 triliun.

Bank Central Asia (BCA)

Penyaluran kredit PT Bank Central Asia Tbk (BCA/BBCA) tumbuh signifikan sebesar 15,56% yoy menjadi Rp843,70 triliun per-Agustus 2024, dari Rp729,22 triliun di periode sebelumnya. 

Namun, pertumbuhan DPK BCA hanya sebesar 4,02% yoy, dengan total DPK mencapai Rp1.102,28 triliun per Agustus 2024, dibandingkan Rp1.059,68 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Dengan pertumbuhan kredit yang jauh melampaui pertumbuhan DPK, total aset BCA meningkat 5,45% yoy menjadi Rp1.400,60 triliun per Agustus 2024.

Baca Juga: UOB Targetkan Pertumbuhan Kredit Dua Kali Lebih Tinggi dibanding Proyeksi Industri Perbankan

Bank Negara Indonesia (BNI)

Penyaluran kredit PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI/BBNI) tumbuh sebesar 8,96% yoy menjadi Rp710,48 triliun per Agustus 2024. Namun, pertumbuhan DPK BNI relatif lambat, hanya naik 3,58% yoy menjadi Rp745,26 triliun, dengan porsi terbesar berasal dari giro sebesar Rp283,14 triliun.

Tantangan Pertumbuhan DPK dan Dampaknya pada Industri

Melihat kinerja tiga bank besar tersebut, terlihat jelas bahwa pertumbuhan DPK cenderung lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kredit. Hal ini menimbulkan tantangan bagi industri perbankan, terutama dalam menjaga likuiditas dan memenuhi kebutuhan pendanaan untuk ekspansi kredit. 

Pertumbuhan kredit yang lebih cepat tanpa diimbangi oleh pertumbuhan DPK yang sebanding dapat meningkatkan ketergantungan bank pada sumber pendanaan lain yang mungkin lebih mahal, sehingga memengaruhi profitabilitas.

Menurut Wholesale Banking Director UOB Indonesia, Harapman Kasan, rasio kredit terhadap PDB di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. 

Di beberapa negara, rasio kredit setara atau bahkan lebih tinggi dari PDB, dengan perbandingan 1:1 atau lebih. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki ruang yang besar untuk meningkatkan penyaluran kredit.

Meskipun ruang penyaluran kredit masih terbuka lebar, tantangan utama yang dihadapi sektor perbankan di Indonesia adalah ketersediaan likuiditas. 

Harapman Kasan menekankan pentingnya langkah-langkah komprehensif untuk menarik lebih banyak dana, terutama dari kalangan orang kaya, agar mereka bersedia menyimpan dananya di dalam negeri. 

“Kita perlu memikirkan cara memberikan insentif agar mereka mau menaruh uang di Indonesia,” ujarnya dalam konferensi pers UOB Economic Outlook 2025 di Jakarta pada Rabu, 25 September  2024

Hingga Agustus 2024, sektor perbankan mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 10,9% secara tahunan (year on year/yoy), dengan total penyaluran kredit mencapai Rp7.441,9 triliun.

Kontribusi terbesar berasal dari kredit korporasi yang menyumbang 53,27% dari total kredit, sedangkan kredit kepada debitur perorangan menyerap sisanya. Dari segi jenis penggunaan, kredit konsumsi menyumbang 28,61% atau sekitar Rp2.129,4 triliun dari total penyaluran kredit.

Dengan demikian, kredit produktif yang meliputi modal kerja dan investasi mengambil porsi terbesar, yaitu lebih dari 70% dari total kredit yang disalurkan perbankan hingga Agustus 2024.