Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Nasional

DPR Endus Indikasi Kerugian Rp400 M Akibat Kelalaian OJK

  • Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Markus Mekeng, menjelaskan bahwa dalam laporan BPK disebutkan terdapat masalah anggaran OJK terkait pembiayaan gedung senilai Rp400 miliar.

Nasional

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Anggota DPR RI menduga adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp400 miliar karena adanya kelalaian dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

DPR telah mengkritik pemberian opini 'Wajar Dengan Pengecualian' (WDP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan OJK tahun 2023. 

Hal ini termasuk indikasi adanya potensi kerugian negara sebesar Rp400 miliar. Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Markus Mekeng, menjelaskan bahwa dalam laporan BPK disebutkan terdapat masalah anggaran OJK terkait pembiayaan gedung senilai Rp400 miliar. 

Gedung tersebut hingga kini belum dimanfaatkan dengan optimal oleh OJK, sehingga terdapat indikasi pembiaran yang dapat merugikan negara.

“Bayangkan uang publik diberikan disewakan sebuah gedung yang katanya harus keluar dari Bank Indonesia (BI), Rp400 miliar lebih dan saat detik ini tidak digunakan. ini sangat memalukan, makanya tidak salah BPK menyampaikan dasar opini WDP, ini sangat memalukan, lembaga OJK yang membuat peraturan yang memeriksa industri tapi dia sendiri tidak akuntabel, bagaimana kita mau bicara soal anggaran.," ujar Mekeng dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI bersama OJK yang ditayangkan secara virtual, Rabu, 26 Juni 2024. 

Mekeng menekankan bahwa laporan BPK ini menunjukkan adanya indikasi kerugian negara yang perlu ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Jika OJK tidak melaporkan hal ini kepada pihak berwenang, maka bisa ada laporan dari pihak lain mengenai kerugian di OJK.

Kemudian, Mekeng pun menekankan bahwa seharusnya, sebelum menentukan anggaran untuk tahun berikutnya, lebih baik apabila permasalahan terkait dengan gedung yang tidak dimanfaatkan itu dituntaskan terlebih dahulu. 

“Hemat saya, Komisi XI harus ambil langkah yang tegas terhadap masalah ini supaya tahun depan tidak jadi disclaimer. Kita juga bertanggungjawab karena kita biarkan ini, atau kita lapor kepada penegak hukum untuk periksa OJK,” tegas Mekeng. 

Baca Juga: Kredit dan Laba Himbara Diperkirakan Hanya Tumbuh Single Digit, Begini Kata OJK

OJK Usulkan Anggaran Rp13,22 T untuk RKA 2025

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, mengusulkan Rencana Kerja Anggaran (RKA) 2025 untuk lembaganya sebesar Rp13,22 triliun. Angka ini melonjak Rp4,69 triliun atau 58% dibanding RKA tahun sebelumnya yang sebesar Rp8,03 triliun.

"Total anggaran pengeluaran untuk tahun 2025 adalah Rp13,22 triliun," kata Mirza.

Mirza merinci RKA OJK tahun 2025 per bidang. Pengeluaran terbesar digunakan untuk bidang manajemen strategis, yakni mencapai Rp6,2 triliun. 

Angka tersebut akan dimanfaatkan untuk pengembangan sistem teknologi hingga pembangunan gedung. Dana untuk pengawasan sektor perbankan dipatok sebesar Rp1,75 triliun, yang akan digunakan untuk berbagai kebutuhan sektor perbankan termasuk pengembangan teknologi.

Untuk tahun 2025, dana ini akan digunakan di sektor perbankan termasuk sumber daya manusia dan teknologi informasi masing-masing bidang sebesar Rp1,75 triliun.

Bidang pengawasan sektor pasar modal, keuangan derivatif, dan bursa karbon dialokasikan Rp983,68 miliar. 

Sementara itu, bidang pengawasan sektor asuransi, penjaminan, dan dana pensiun direncanakan sebesar Rp589,95 miliar. 

Bidang pengawasan sektor lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan lembaga jasa keuangan lainnya dipatok Rp445,20 miliar. Bidang pengawasan sektor inovasi teknologi sektor keuangan, aset keuangan digital, dan aset kripto sebesar Rp145,46 miliar.

Pengawasan perilaku pelaku usaha jasa keuangan, edukasi, dan perlindungan konsumen dipatok Rp501,23 miliar, sedangkan untuk audit internal dan manajemen risiko senilai Rp249,49 miliar. 

Pada bidang kebijakan strategis, anggaran senilai Rp2,32 triliun akan dialokasikan untuk kantor pusat OJK dan kantor daerah OJK, masing-masing senilai Rp486 miliar dan Rp1,84 triliun.

Mirza menjelaskan bahwa tingginya RKA 2025 disebabkan oleh OJK yang memiliki dua sumber penerimaan pada tahun depan. Hal ini disebabkan oleh peraturan Undang-Undang P2SK yang mengatur penambahan kewenangan dan fungsi OJK, sehingga berdampak pada penambahan anggaran untuk kegiatan inti. 

Pada RKA 2025, diproyeksikan OJK akan memperoleh penerimaan sebesar Rp16,6 triliun, yang bersumber dari penerimaan 2024 sebesar Rp8,07 triliun dan proyeksi penerimaan 2025 senilai Rp8,52 triliun.