<p>Ilustrasi pedagang rokok eceran / Bungkusrokok.com</p>
Industri

DPR: Jauhkan Pemerintah dari Intervensi Bloomberg Initiative

  • Pemerintah didorong untuk tidak mudah terpengaruh oleh lembaga maupun pihak asing dalam penyusunan kebijakan. Hal ini termasuk kaitannya dengan regulasi di Industri Hasil Tembakau (IHT).

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Pemerintah didorong untuk tidak mudah terpengaruh oleh lembaga maupun pihak asing dalam penyusunan kebijakan. Hal ini termasuk kaitannya dengan regulasi di Industri Hasil Tembakau (IHT).

Seperti diketahui, kemunculan lembaga asing seperti Bloomberg maupun lembaga lainnya, dapat dikatakan gencar dalam menyerukan kampanye antirokok di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memberikan pertimbangan dalam penyusunan regulasi pemerintah.

“Kedaulatan negara itu di atas segala-galanya. Jangankan Non-Governmental Organization (NGO) seperti Bloomberg, negara lain saja tidak bisa mengintervensi Indonesia,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo kepada wartawan, Selasa, 23 Maret 2021.

Menurutnya, pemerintah seharusnya justru melindungi hak warga negara, terutama masyarakat yang terlibat di IHT. Sebab, industri ini sendiri telah berkontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui cukai.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penerimaan negara yang berasal dari cukai mencapai Rp176,3 triliun. Jumlah ini tumbuh 2,3% year-on-year (yoy). Di samping itu, penerimaan cukai 2020 juga berhasil melampaui target yang sebesar Rp172,2 triliun.

Dalam hal ini, sumbangan dari Cukai hasil tembakau (CHT) 2020 masih mendominasi dengan perolehan senilai Rp170,24 triliun. Nilai ini juga melebihi target yang ditetapkan Rp164,94 triliun.

Oleh karena itu, Firman melanjutkan, pemerintah berkewajiban melindungi seluruh pihak yang berkontribusi di IHT, terutama petani tembakau.

“Ini yang harus mulai dipikirkan supaya ada rasa keadilan. Kita tidak bisa hanya membicarakan kesehatan dan mengorbankan yang lain,” katanya.

Selama ini, kata Firman, Bloomberg juga memiliki sebuah yayasan yang bergerak di industri farmasi. Jadi, menurut dia konteksnya adalah kepentingan bisnis semata, bukan hanya kesehatan.

Selain itu, biasanya lembaga-lembaga penerima dana Bloomberg, disebut Firman juga kerap melakukan kampanye lain, misalnya mendesak pemerintah menaikkan cukai rokok dan membatasi penayangan iklan rokok di media massa.

Sementara itu, terkait iklan rokok yang pernah dilayangkan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), diputuskan bahwa iklan rokok tidak dilarang. “Tidak dilarang, hanya jam tayangnya disesuaikan supaya tidak mempengaruhi anak di bawah umur,” ujarnya.

Hibah Dana Asing

Diketahui, Bloomberg Philanthropies merupakan lembaga pemberi dana hibah yang didirikan oleh Michael R. Bloomberg, seorang pengusaha sekaligus mantan wali kota New York. Pihaknya mengucurkan anggaran ke sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Dana tersebut digunakan untuk melakukan kampanye, dengan fokus utama menyuarakan kesehatan masyarakat. Pasalnya, aktivitas ini dinilai timpang karena tidak memperhatikan aspek lainnya.

Akibatnya, kampanye tersebut dianggap berpotensi memberikan dampak negatif terhadap keberlangsungan tenaga kerja di IHT nasional.

Selain di Indonesia, Bloomberg Philanthropies diketahui juga memberikan dana hibah ke Filipina melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (Food and Drug Administration).

Hal ini dinilai akan menimbulkan kekhawatiran publik terkait independensi dan adanya potensi konflik kepentingan. (SKO)