Nasional

DPR MInta DJKN Waspadai Modus Vehicling atau Patgulipat Obligator BLBI

  • Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai terdapat permainan obligor maupun debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam menguasai aset yang sebenarnya telah disita pemerintah. Ia meminta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan mencermati praktik patgulipat obligor.
Nasional
Yosi Winosa

Yosi Winosa

Author

JAKARTA -Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai terdapat permainan obligor maupun debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam menguasai aset yang sebenarnya telah disita pemerintah. Ia meminta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan mencermati praktik patgulipat obligor.

Menurut Misbakhun, obligor maupun debitur BLBI lazimnya menggunakan pihak lain sebagai kendaraan (vehicling) untuk kembali menguasai aset yang pernah dirampas negara. 

Dicontohkan, sebuah pabrik tekstil di Solo, Jawa Tengah, yang sebelumnya disita untuk pemulihan aset negara. Ternyata, pemilik lama bisa memiliki pabrik itu lagi. 

“Bagaimana mungkin setelah dibeli oleh seorang notaris, kembali kepada pemilik lamanya. Kalau pemerintah mau menuntut, itu bisa,” kata dia dalam website resmi DPR seperti dikutip Jumat, 28 Januari 2022. 

Ditambahkan, pengalihan aset kembali tersebut bertentangan dengan aturan yang ada. Saat ini skema Master Settlement and Acquitition Agreement (MSAA) dan Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA) untuk mengembalikan aset negara dalam rangka penyelesaian perkara BLBI. 

Untuk itu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) telah menyita berbagai aset dari obligor dan debitur BLBI. Setelah BPPN dibubarkan, berbagai sitaannya diserahkan ke Perusahaan Pengelola Aset (PPA).

Negara juga telah mengeluarkan banyak uang untuk BLBI. Sebab, dana BLBI yang dikucurkan mencapai Rp600 triliun. Ia menambahkan pemerintah dan BI masih menanggung beban pengucuran BLBI tersebut. Selain itu, pemerintah juga belum melunasi obligasi rekap ke BI yang bunganya 0,01 persen.

“Menurut saya, perhatian yang lebih serius harus ditujukan ke soal itu,” tambah Misbakhun.