Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menggelar aksi damai didepan gedung DPR. Seluruh mata rantai dalam ekosistem pertembakauan, termasuk tenaga kerja, mendesak Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menghapus pasal tembakau yang dinilai diskriminatif dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU kesehatan), yakni Pasal 154 sampai Pasal 158. Rabu 14 Juni 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

DPR Waspadai Intervensi Asing di Balik Pasal Diskriminatif Tembakau di PP 28/2024

  • Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, Indonesia tidak bisa latah mengikuti negara-negara lain yang berkiblat pada FCTC, lantaran nasib petani tembakau yang akan terancam kehilangan lapangan kerja apabila ratifikasi dilakukan.

Nasional

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan perlu diwaspadai sarat intervensi asing berbasis Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi pertembakauan sebagai komoditas yang telah menjadi budaya terbesar di Indonesia. 

Pertimbangan ini menjadi alasan mengapa FCTC tidak relevan untuk diberlakukan mengingat adanya kehidupan yang sangat besar dalam pertembakauan nasional. Beberapa tahun lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, Indonesia tidak bisa latah mengikuti negara-negara lain yang berkiblat pada FCTC, lantaran nasib petani tembakau yang akan terancam kehilangan lapangan kerja apabila ratifikasi dilakukan.

“Kita perlu memikirkan, ini yang kadang-kadang juga dilupakan kelangsungan hidup para petani tembakau, para buruh tembakau yang hidupnya bergantung dari industri tembakau. Ini juga tidak kecil, menyangkut orang yang sangat banyak,” ujar Jokowi.

Jokowi menekankan FCTC perlu terlebih dulu dikaji secara mendalam. Dengan mempertimbangkan aspek kesehatan dan sosialnya, pemerintah dapat mengambil keputusan yang komprehensif terkait ikut atau tidaknya Indonesia dalam FCTC.
“Harus betul-betul kita lihat dari seluruh aspek sehingga apa yang kita putuskan ini betul-betul bermanfaat bagi semuanya,” tambahnya.

Hal ini sejalan dengan anggota Komisi IX Fraksi Partai Golkar DPR RI Yahya Zaini yang mengatakan bahwa pengaturan terkait pertembakauan semestinya tetap diberikan ruang hidup dan pengaturannya tidak boleh terlalu ketat. Yahya menegaskan kembali tembakau sebagai ekosistem yang memiliki jutaan nasib yang bergantung pada komoditas ini, berbeda dengan negara lainnya yang telah meratifikasi FCTC.

“Sebaiknya regulasi tembakau jangan terlalu ketat karena ekosistem kita ini sangat berbeda dengan negara-negara lain yang tidak punya pabrik dan perkebunan tembakau seluas di negara kita. Kalau masih mau diberikan ruang hidup, jangan terlalu ketat,” pungkasnya.

Yahya juga menyayangkan nirpartisipasi penyusunan regulasi yang berdampak ke banyak pihak ini sejak kemunculan RPP Kesehatan di publik. “Jangankan masyarakat tembakau, anggota DPR Komisi IX saja tidak dilibatkan dalam pembahasan PP 28/2024. Kami berharap dapat dilibatkan kembali atau dilaporkan hasilnya karena terus terang hal itu tidak dilakukan. Kita juga protes tapi suara kami tidak didengar,” keluhnya.

Selain tidak adanya partisipasi publik, anggota Komisi XI Fraksi Partai Golkar DPR RI Misbakhun berpesan bahwa negara harus hadir dalam regulasi yang rasional berdasarkan tata cara dan penyusunan UU. Karena negara perlu berhati-hati dengan adanya intervensi asing dan anti tembakau yang ingin menekan ekosistem melalui berbagai regulasi yang pasal-pasalnya mengacu secara tidak langsung pada FCTC.

“Dengan isu yang dibawa melalui PP 28/2024, itu kita sudah kocar-kacir. Padahal, kalau menurut saya PP 28/2024 ini jelas sekali adalah konsolidasi kelompok anti tembakau dan intervensi asing yang ingin menyampaikan bahwa tembakau itu hanya berkaitan dengan kesehatan semata. Inilah yang perlu menjadi perhatian kita,” ungkapnya.

Sebagai industri nasional satu-satunya yang tersisa di tengah gempuran intervensi asing, Misbakhun kembali tekankan masa depan industri hasil tembakau dan imbas yang akan terjadi pada pertembakauan jika regulasi tidak ditempatkan secara proporsional. Pemerintah harus membawa negara yang adil dan menempatkan komoditas tembakau dengan objektif, tidak hanya melihatnya dari sisi kesehatan saja.

“Karena ada peran tembakau yang luar biasa, ada hak buruh, petani, dan lainnya yang harus dijaga dan dilindungi nasibnya karena melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah adalah amanat konstitusi,” tegasnya.