Presiden Pakistan Arif Alvi
Dunia

Drama Politik di Pakistan, Presiden Arif Tolak Tandatangani RUU Melawan Negara

  • RUU ini memberi otoritas lebih banyak kekuasaan untuk mengadili orang-orang atas tindakan melawan negara dan militer di Pakistan.

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Presiden Pakistan Arif Alvi menyatakan pada Minggu, 20 Agustus 2023, bahwa ia telah menolak untuk menandatangani dua Rancangan Undang-Undang yang akan memberi otoritas lebih banyak kekuasaan untuk mengadili orang-orang atas tindakan melawan negara dan militer. Langkah ini menurut kementerian hukum adalah tidak konstitusional.

Dilansir dari Reuters, pada Senin, 21 Agustus 2023, kedua Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut sudah disetujui oleh kedua lembaga parlemen Pakistan. Tetapi Alvi adalah anggota partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) pimpinan mantan perdana menteri Imran Khan, yang menentang pemerintahan koalisi yang mengesahkan kedua RUU tersebut.

“Karena Tuhan sebagai saksi, saya tidak menandatangani Rancangan Undang-Undang Amandemen Rahasia Resmi 2023 dan Rancangan Undang-Undang Amandemen Angkatan Darat Pakistan 2023 karena saya tidak setuju dengan Undang-Undang tersebut,” ujar Alvi di platform media sosial X.

Alvi mengatakan bahwa ia telah meminta stafnya untuk mengembalikan Rancangan Undang-Undang tersebut yang tidak ditandatangani kepada lembaga legislatif dalam waktu yang ditentukan untuk membuatnya tidak berlaku.

“Namun, saya mengetahui hari ini bahwa staf saya merendahkan kehendak dan perintah saya,” tambahnya.

Kementerian hukum dan kehakiman mengatakan keputusan presiden itu “memprihatinkan.”

“Presiden memiliki dua pilihan yaitu, memberikan persetujuan, atau mengirim masalah ini kembali ke parlemen dengan catatan khusus,” kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan bahwa presiden belum memenuhi salah satu opsi tersebut. “Tindakan semacam ini melanggar konstitusi baik dalam surat dan semangat konstitusi,” ungkap pernyataan tersebut.

Menurut konstitusi, jika Presiden tidak menandatangani rancangan undang-undang atau mengembalikannya dengan catatan atau keberatan dalam waktu 10 hari setelah Rancangan Undang-Undang tersebut sudah melewati kedua lembaga parlemen, maka Rancangan Undang-Undang tersebut akan menjadi hukum.

“Karena presiden tidak menandatangani dan mengembalikan rancangan undang-undang dalam waktu 10 hari, Rancangan Undang-Undang tersebut menjadi hukum,” kata Menteri Hukum Pelaksana Ahmad Iran dalam konferensi pers.

Menteri Informasi Pelaksana Murtaza Solangi menyatakan bahwa komentar-komentar Alvi di akun media sosial pribadinya tidak memiliki kewenangan karena dia tidak mengajukan keberatan terhadap Rancangan Undang-Undang tersebut dalam batas waktu yang ditentukan.

“Ini hanya upaya untuk menciptakan kebingungan. Ini tidak memiliki nilai hukum,” ujar Solangi.