Lawang Sewu
Destinasi & Kuliner

Dua Jejak Sejarah Perkeretapian di Jawa Tengah Kini jadi Objek Wisata

  • Pembagiaannya, NISM membangun jalur kereta api di wilayah Jawa Tengah, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta atau (Jalur Kereta Jogja ke Utara). Kemudian SS membangun jalur kereta api di wilayah Bogor, Jakarta dan (Jalur Pantura dan Pansela).

Destinasi & Kuliner

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Sejarah perkeretapian di Indonesia tak bisa dilepaskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1830-1834) Van Den Bosch yang membuat kebijakan tanam paksa. Saat itu moda transportasi kereta api sangat dibutuhkan untuk mengangkut hasil bumi petani supaya lebih cepat.

Melihat peluang ini, sejak 1842 salah satu perusahaan kereta api swasta Belanda Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) telah berusaha mengajukan proposal membangun jalur rel kereta api di tanah koloni (Indonesia) namun ditolak terus. 

Akhirnya pada 1864, proposal mereka disetujui untuk membangun seluruh jalur kereta api di koloni oleh Gubernur Hindia Belanda van de Beele. Sayangnya perusahaan ini tak mampu merampungkan seluruhnya dan membagi proyek tersebut dengan perusahaan kereta Staatsspoorwegen (SS) bentukan pemerintah Belanda.

Pembagiaannya, NISM membangun jalur kereta api di wilayah Jawa Tengah, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta atau (Jalur Kereta Jogja ke Utara). Kemudian SS membangun jalur kereta api di wilayah Bogor, Jakarta dan (Jalur Pantura dan Pansela). 

Dapat dikatakan peninggalan jalur kereta api NISM di Jawa Tengah sudah tidak aktif lagi dan hanya digunakan untuk wahana wisata seperti kereta uap dengan rel bergerigi di Stasiun Ambarawa. Sedangkan kantor pusatnya yang dulu berada di Lawang Sewu, Semarang, kini telah dijadikan bangunan cagar budaya. 

Berikut ini jejak sejarah peninggalan kereta api di Jawa Tengah khususnya peninggalan NISM seperti dikutip TrenAsia.com dari laman resmi PT KAI, Jumat 20 Juli 2023. 

Stasiun/Museum Ambarawa

Museum Ambarawa awal mulanya adalah sebuah stasiun yang bernama Stasiun Willem I. Penamaan Willem I berkaitan dengan lokasi stasiun yang tidak jauh dengan Benteng Willem I. Stasiun ini dibangun oleh NISM yang diresmikan pada tanggal 21 Mei 1873 bersamaan pembukaan lintas Kedungjati-Ambarawa. Pada awal tahun 1900-an bangunan stasiun direnovasi seperti bentuk saat ini.

Pada awal pengoperasiannya, Stasiun Willem I digunakan sebagai sarana pengangkutan komoditas ekspor dan transportasi militer di sekitar Jawa Tengah. Setelah nonaktif tahun 1976, Stasiun Ambarawa dicanangkan sebagai museum kereta api oleh Gubernur Jawa Tengah pada saat itu, Supardjo Rustam berkolaborasi dengan Ir. Soeharso, Kepala Eksploitasi Tengah Perusahaan Jawatan Kereta Api (kini KAI)Stasiun Ambarawa dipilih karena Ambarawa memiliki latar belakang historis yang kuat dalam perjuangan kemerdekaan, , menyimpan teknologi kuno yang masih bisa dioperasikan dengan baik serta memiliki lahan yang luas.

Kini, Museum Ambarawa menampilkan koleksi perekeretaapian dari masa Hindia Belanda hingga pra kemerdekaan RI yang meliputi sarana, prasarana dan perlengkapan administrasi. Beberapa koleksi sarana perkeretaapian heritage seperti 26 Lokomotif Uap, 4 Lokomotif Diesel, 5 Kereta dan 6 Gerbong dari berbagai daerah.

Kamu juga dapat menikmati perjalanan wisata dengan menaiki Kereta Api Wisata relasi Ambarawa-Tuntang (PP) dengan lokomotif uap maupun kereta diesel vintage. Selain itu terdapat rute kereta Api Wisata Ambarawa-Jambu-Bedono (PP) yang menggunakan lokomotif uap bergigi untuk melewati rel bergerigi. Rel bergerigi tersebut satu-satunya yang masih aktif di Indonesia. 

Selain menjadi tempat wisata sejarah, museum ini dapat disewa untuk kegiatan Pameran, Ruang Pertemuan, Pemotretan, Shooting, Pesta Pernikahan, Festival, Bazar, Pentas Seni, Workshop, dsb.

Lawang Sewu

Lawang Sewu adalah gedung bersejarah milik KAI yang awalnya digunakan sebagai Kantor Pusat perusahaan kereta api swasta Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Gedung Lawang Sewu dibangun secara bertahap, bangunan utama dimulai pada 27 Februari 1904 dan selesai pada Juli 1907. Sedangkan bangunan tambahan dibangun sekitar tahun 1916 dan selesai tahun 1918.

Bangunannya dirancang oleh arsitek terkenal dari Delft, Belanda yakni Prof. Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag, arsitek di Amsterdam. Kedua arsitek tersebut mendesain Gedung Lawang Sewu serta memimpin pembangunan dari Belanda dengan membat semua gambar dan mengirim semua laporan.

Kantor pusat NISM adalah salah satu kantor modern pertama yang didirikan di Indonesia. Dengan menggunakan galeri di luar, bangunan ini sangat cocok untuk iklim tropis. Arsitektur bangunan memiliki karaker yang sangat diperhatikan dan dibedakan. Pada bangunan utama terdapat kaca patri buatan seniman JL. Schouten dari studio ‘t Prinsenhof di Delft. Salah satu ornamen pada kaca patri melukiskan roda terbang yang melambangkan kejayaan perkeretaapian pada masa itu

Nama lawang sewu merupakan julukan dalam Bahasa jawa yang berarti Pintu Seribu sebagai penggambaran karena memiliki jumlah pintu sangat banyak, meski jumlahnya tidak sampai seribu.

Saat ini Gedung Lawang Sewu dimanfaatkan sebagai museum yang menyajikan beragam koleksi dari sejarah perkeretaapian di Indonesia. Koleksi yang dipamerkan antara seperti koleksi Alkmaar, mesin Edmonson, Mesin Hitung, Mesin Tik, Replika Lokomotif Uap, Surat Berharga, dan lain-lain. Lawang Sewu menyajikan proses pemugaran gedung Lawang Sewu yang terdiri dari foto, video, dan material restorasi. Mendekati pintu keluar, terdapat perpustakaan berisikan buku-buku tentang kereta api.