GBK_Complex_at_night_(cropped).jpg
Hukum Bisnis

Duduk Perkara Gugatan PT GSP pada Pengelola GBK Terkait Pengelolaan JCC

  • PPKGBK kini berencana untuk mengelola JCC secara mandiri dan menjadikannya bagian dari pusat MICE terintegrasi di Gelora Bung Karno

Hukum Bisnis

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - PT Graha Sidang Pratama (GSP) tengah terlibat dalam gugatan hukum melawan Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK). Hal ini terkait pemutusan sepihak dari Perjanjian Kerjasama Bangun Guna Serah atau Build, Operate, Transfer (BOT) yang telah berjalan selama lebih dari tiga dekade.

PT GSP menggugat PPKGBK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusa, sidang perdana gugatan ini telah dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2024. Dalam sidang ini, pihak PPKGBK tidak hadir sebagai tergugat. 

Gugatan ini dilatarbelakangi oleh keputusan PPKGBK untuk mengakhiri perjanjian yang ditandatangani pada 22 Oktober 1991. Dalam perjanjian tersebut PPKGBK memberi GSP hak untuk mengelola JCC. Tindakan PPKGBK dianggap sebagai pelanggaran oleh GSP, yang merasa memiliki hak untuk memperpanjang kontrak tersebut.

Isi Perjanjian yang Dipermasalahkan 

Dalam Perjanjian BOT tersebut, tercantum bahwa PT GSP memiliki hak pertama untuk memperpanjang kontrak setelah masa kontrak berakhir pada tanggal 21 Oktober 2024. Namun, permohonan perpanjangan yang diajukan oleh PT GSP ditolak oleh PPKGBK.

Penolakan ini membuat PT GSP merasa hak-haknya sebagai mitra bisnis telah dilanggar. Hal ini mendorong mereka untuk membawa masalah ini ke ranah hukum. Di tengah ketegangan ini, Kementerian Sekretariat Negara mengumumkan bahwa perjanjian BOT antara PPKGBK dan PT GSP telah berakhir pada tanggal 21 Oktober 2024. 

Lewat pengumuman ini, PPKGBK kini berencana untuk mengelola JCC secara mandiri dan menjadikannya bagian dari pusat MICE terintegrasi di Gelora Bung Karno, yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan negara.

Upaya Hukum untuk Perlindungan Bisnis 

Menurut kuasa hukum PT GSP, Amir Syamsudin, gugatan ini dilakukan untuk menuntut mengenai kepastian hukum dan perlindungan bisnis yang lebih luas. Ia menegaskan bahwa selama mengelola JCC, PT GSP telah memenuhi semua kewajiban yang diatur dalam perjanjian serta berkontribusi signifikan terhadap perkembangan industri MICE (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions) di Indonesia. 

Amir juga menegaskan, di bawah pengelolaan PT GSP JCC telah bertransformasi menjadi venue yang berperan dalam meningkatkan perekonomian melalui berbagai acara dan konferensi internasional.

"Langkah hukum ini kami lakukan untuk melindungi kepentingan bisnis dan kepastian hukum atas hak PT GSP yang tercantum dalam Perjanjan Kerjasama BOT yang ditandatangani pada 22 Oktober 1991. Kami sangat menyayangkan adanya upaya dari PPKGBK untuk mengingkari Perjanjian yang sudah menjadi kesepakatan bersama," ujar Amir dalam keterangan resminya, di Jakarta, dilansir Kamis, 31 Oktober 2024.

Dasar Hukum Perpanjangan Perjanjian 

Dalam argumennya, PT GSP mengacu pada Pasal 8 ayat (2) dalam perjanjian, yang memberikan hak kepada mereka untuk memperpanjang kontrak. Selain itu, mereka merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 202/PMK.05/2022 yang mengatur pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU). 

Namun, PPKGBK menggunakan dasar hukum yang berbeda dengan merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 129/PMK.05/2020, yang menyatakan bahwa perjanjian BOT tidak dapat diperpanjang. Perbedaan dasar hukum tersebut menciptakan ketegangan yang semakin mendalam antara kedua belah pihak.

“PPKGBK menggunakan dasar aturan yang tidak relevan untuk menolak permohonan kami, padahal kami memiliki hak yang sah untuk memperpanjang pengelolaan sesuai dengan kesepakatan awal,” tegas Amir.

Komitmen PT GSP pada Operasional JCC 

Meskipun tengah berada dalam proses hukum, PT GSP menegaskan komitmennya untuk memastikan bahwa operasional JCC dan acara yang sudah dijadwalkan tetap berjalan lancar. PT GSP mengklaim pihaknya berupaya menjaga kualitas layanan yang telah dibangun selama bertahun-tahun. 

Amir Syamsudin menyatakan, tindakan PPKGBK dalam memutuskan perjanjian ini dapat menjadi preseden buruk bagi pelaku usaha yang menjalin kerjasama dengan Badan Layanan Umum di kawasan Gelora Bung Karno. 

Ia menyoroti bagaimana tindakan ini dapat mengganggu kepercayaan dan stabilitas bisnis, yang pada akhirnya berdampak pada investasi dan pengembangan industri MICE di Indonesia. 

"Tindakan PPKGBK mengabaikan Perjanjian yang telah disepakati akan menjadi preseden buruk bagi seluruh pelaku usaha yang bekerjasama dengan Badan Layanan Umum (BLU) Pemerintah di kawasan GBK ini," pungkas Amir.

Penawaran Skema Kerja Sama Baru 

Meskipun terdapat permasalahan Hukum, PPKGBK juga menawarkan skema kerja sama baru kepada PT GSP. Hal ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi terhadap kontribusi PT GSP selama ini dan untuk menjaga kepentingan penyewa JCC. 

Gugatan yang diajukan oleh PT GSP terhadap PPKGBK mencerminkan kompleksitas dalam pengelolaan aset publik dan hak-hak kontraktual di dunia bisnis. Proses hukum yang sedang berlangsung diharapkan dapat memberikan kejelasan dan kepastian bagi semua pihak yang terlibat. 

Kasus ini juga menjadi momentum untuk mengkaji kembali hubungan antara pemerintah dan sektor swasta dalam pengelolaan aset publik demi kepentingan masyarakat luas.