Menggali Inspirasi dari Revolusi J. League Jepang
- Pertandingan ini memancing perhatian publik, mengingat perbedaan filosofi pengembangan sepak bola antara kedua negara. Indonesia dengan pemain naturalisasi, sementara Jepang fokus pada talenta lokal melalui pembinaan J. League.
Olahraga
JAKARTA - Timnas Indonesia akan menghadapi tantangan besar dalam kualifikasi Piala Dunia 2026 dengan bertemu tim tangguh Asia, Jepang, di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada Jumat, 15 November 2024.
Pertandingan ini memancing perhatian publik, mengingat perbedaan filosofi pengembangan sepak bola antara kedua negara. Timnas Indonesia banyak mengandalkan pemain naturalisasi, terutama dari diaspora Belanda.
Pendekatan itu berbeda dengan Jepang berfokus pada talenta lokal yang ditempa melalui sistem sepak bola domestik mereka yang kuat, seperti J. League hingga kemudia berkarir di Eropa. Sejak berdirinya pada 1993, J. League telah menjadi katalis transformasi sepak bola Jepang, menjadikannya olahraga utama yang mampu bersaing secara global.
- Produk Makanan & Minuman Cinema XXI Resmi Kantongi Sertifikasi Halal
- 13 Tahun Menjabat, Bos BCA Ini Dapat Dividen Rp1,69 Miliar
- DPR Minta Kemenkes Jangan Tekan Sektor Padat Karya Tembakau dengan Rancangan Permenkes
Revolusi Sepak Bola Jepang Melalui J. League
Sebelum kehadiran J. League, sepak bola Jepang hanya menjadi olahraga semi-profesional melalui Japan Soccer League (JSL), yang kurang populer di kalangan masyarakat. Menyadari potensi besar sepak bola, Asosiasi Sepak Bola Jepang (JFA) meluncurkan J. League dengan tujuan mengubah persepsi publik, meningkatkan kualitas kompetisi, dan membangun loyalitas suporter.
Kehadiran pemain internasional seperti Zico, Gary Lineker, dan Pierre Littbarski memberikan dampak instan terhadap popularitas liga dan mendorong generasi muda Jepang bermimpi menjadi pesepak bola profesional. Selain itu, konsep klub komunitas berhasil menciptakan hubungan emosional antara klub dan pendukung lokal.
Investasi pada akademi pemain muda juga menjadi kunci, melahirkan pemain-pemain berbakat seperti Hidetoshi Nakata dan Shunsuke Nakamura yang membawa Jepang bersinar di panggung dunia.
Inspirasi Bagi Asia
Kesuksesan J. League tercermin dari prestasi tim nasional Jepang yang pertama kali lolos ke Piala Dunia pada 1998 dan terus menjadi langganan kompetisi tersebut hingga kini. Klub-klub Jepang seperti Kashima Antlers dan Urawa Red Diamonds juga mencatatkan prestasi gemilang di Liga Champions Asia, memperkuat posisi Jepang sebagai kekuatan sepak bola Asia.
Ekspansi J. League hingga mencakup divisi J2 dan J3, serta adopsi teknologi digital untuk siaran global, menunjukkan kemampuan Jepang dalam beradaptasi dan menjangkau pasar internasional. Model ini menginspirasi negara-negara Asia lain untuk membangun sepak bola sebagai industri yang berdampak luas secara sosial, budaya, dan ekonomi.
Tantangan Bagi Timnas Indonesia
Di sisi lain, Indonesia masih mengandalkan pendekatan naturalisasi yang menuai pro dan kontra. Meskipun strategi ini berhasil membawa Timnas ke babak ketiga kualifikasi, banyak pihak menilai pendekatan ini belum mencerminkan keberlanjutan.
Dalam rapat kerja pada Selasa, 17 September 2024, Nuroji mengapresiasi prestasi Timnas namun menyatakan kurang bangga karena dominasi pemain naturalisasi dalam skuad. Ia mendorong PSSI untuk fokus pada pembinaan pemain lokal guna menciptakan Timnas yang kuat dan berkelanjutan.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir merespons bahwa perbedaan pendapat adalah bagian dari demokrasi. Ia juga menekankan bahwa langkah naturalisasi dilakukan secara terhormat dan sesuai aturan FIFA.
Erick mencontohkan banyak negara seperti Belanda, Prancis, dan Italia yang menggunakan pemain naturalisasi atau keturunan untuk meningkatkan daya saing di level internasional. Ia menegaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk mendongkrak prestasi Timnas Indonesia di kancah internasional.
"Aturan FIFA memperbolehkan setiap negara melakukan naturalisasi. Banyak tim nasional, seperti Perancis dengan pemain dari koloni mereka, atau Diego Costa yang pernah membela Spanyol, hingga pemain Argentina yang memperkuat Italia, melakukan hal yang sama," kata Erick.
Dari Jepang, Indonesia dapat belajar pentingnya pengembangan pemain muda dan sistem liga domestik yang kompetitif untuk membangun sepak bola nasional yang kuat. Dengan investasi jangka panjang di bidang ini, diharapkan Indonesia dapat menciptakan fondasi yang kokoh untuk meraih kesuksesan yang berkelanjutan di masa depan.