Menteri Ketenagakerjaan Baru Dinilai Tak Berpihak ke Buruh
- "Kami tidak bisa mengharap kepada kabinet yang ada. Sebanyak 17 menterinya adalah orang lama yang membuat omnibus law
Nasional
JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Partai Buruh Said Iqbal menilai, posisi para Menteri ekonomi di era kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto tak akan banyak keberpihakan ke pada buruh.
Iqbal mengatakan hal itu dikarenakan pemerintahan Prabowo, tidak ada pergantian jabatan pada posisi Menteri Ekonomi.
"Kami tidak bisa mengharap kepada kabinet yang ada. Sebanyak 17 menterinya adalah orang lama yang membuat omnibus law ," saat ditemui di Patung Kuda Jakarta Pusat pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Maka dari itu sebagai Presiden KSPI dan Partai Buruh ia berharap Mahkamah Konstitusi tegakan keadilan. Tegakan orang yang sedang mencari rasa keadilan.
- Meleham 71 Poin, IHSG Hari Ini 24 Oktober 2024 Ditutup di Level 7.716,55
- 30 Saham Loyo, LQ45 Hari Ini 24 Oktober 2024 Ditutup Melemah 8 Poin
- Merunut Sejarah Pergolakan Turki dan Etnis Kurdi
- Mengapa Makan Gratis Dianggap Program Strategis Oleh Prabowo?
Iqbal turut mengomentari, duet Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Yassierli dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer. Kedudanya juga disebut bukan orang yang tepat untuk mengurus nasib pekerja dan buruh.
Said Iqbal meyakini, Yassierli dan Immanuel Ebenezer tidak akan berani mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan. Diragukan kemampuan Menaker Yassierli, maupun Wamenaker Ebenezer yang akrab disapa Noel, memahami isu buruh.
Sebelumnya, ribuan buruh di Jakarta menggelar aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah hingga 10%, Kamis, 24 Oktober 2024. Dalam aksi tersebut, buruh juga menuntut pencabutan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Presiden KSPI dan Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, aksi hari ini diikuti kurang lebih 2.000 buruh dari Jabodetabek, Banten dan Jawa Barat.
Buruh membawa dua tuntutan utama, pertama meminta adanya kenaikan upah minimum tahun 2025 minimal 8 hingga 10%. Iqbal menyebut latarbelakang tuntutan kenaikan upah berdasarkan pada 5 tahun terkahir di mana upah buruh tidak mengalami kenaikan yang signifikan.
Pada dua tahun terakhir, buruh hanya mendapatkan kenaikan upah sebesar 1,58%, yang bahkan lebih rendah dari inflasi 2,8%. Ini artinya buruh mengalami kerugian hingga 1,3% setiap bulan.
Tidak hanya menuntut kenaikan upah, aksi ini juga menuntut pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja, khususnya pada klaster ketenagakerjaan dan perlindungan petani.
Menurut Iqbal, Omnibus Law sangat merugikan buruh dan petani karena memberikan keleluasaan kepada pengusaha untuk memberlakukan kebijakan yang merugikan tenaga kerja, termasuk fleksibilitas kerja yang berlebihan dan minimnya perlindungan kesejahteraan.
Iqbal menyebut, bila kedua permintaan itu tak dikabulkan Presiden Prabowo Subianto, maka sekitar 5 juta buruh dari 15 ribu pabrik akan mengikuti mogok nasional.