Eks Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.
Nasional & Dunia

Dugaan Korupsi LNG Eks Dirut Pertamina: Nilai Provisi Meroket 233 Persen jadi Rp11,7 Triliun

  • Nilai provisi yang harus dibayarkan Pertamina itu meroket 233% year-on-year (yoy) dibandingkan dengan jumlah provisi pada 2021 sebesar US$234 juta atau sekitar Rp3,51 triliun.

Nasional & Dunia

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – PT Pertamina (Persero) harus membayar provisi sebesar US$780 juta atau setara Rp11,7 triliun (asumsi kurs Rp15.000 per dolar AS) selama 2022 atas kontrak pembelian LNG jangka panjang yang saat ini menjadi salah satu dugaan korupsi dan turut menyeret eks pimpinan perseroan.

Nilai provisi yang harus dibayarkan Pertamina itu meroket 233% year-on-year (yoy) dibandingkan dengan jumlah provisi pada 2021 sebesar US$234 juta atau sekitar Rp3,51 triliun.

Dikutip dari catatan atas laporan keuangan perseroan, Rabu, 20 September 2023, setidaknya terdapat 7 produsen dan/atau distributor LNG dalam kontrak tersebut, di antaranya Corpus Christi Liquefaction LLC dengan jangka waktu kontrak 2019 – 2040 dengan minimum kuantitas 0,5 – 1,53 ton per tahun.

Kemudian, Total Gas & Power Asia Private Limited dengan minimum kuantitas 0,38 – 1 ton per tahun dalam jangka waktu kontrak 2020 – 2035. Sementara itu Eni Muara Bakau B.V., GDF SUEZ Exploration Indonesia B.V., dan PT Saka Energi Muara Bakau masing-masing mendapat kontrak 0,5 – 1,4 ton LNG per tahun selama periode 2017 – 2023.

Perusahaan selanjutnya yang ikut dalam kontrak jangka panjang tersebut adalah Woodside Energy Trading Singapore Pte. Ltd yang mendapat kuota minimal 0,07 – 0,57 ton tiap tahun di periode 2019 – 2033, serta Mozambique LNG1 Company Pte. Ltd dengan kuantitas sekurang-kurangnya 1 ton per tahun yang akan berlaku pada 2025 hingga 2044.

Melonjaknya nilai provisi itu sejalan dengan estimasi nilai manfaat ekonomis masing-masing kontrak sesuai dengan kriteria yang disebutkan dalam PSAK 57 mengenai provisi, liabilitas dan aset kontingensi untuk kontrak yang memberatkan dengan mempertimbangkan beberapa parameter lain seperti harga, permintaan, dan tingkat diskonto.

“Suatu estimasi nilai manfaat ekonomis telah dibangun dan dibandingkan dengan penalti apabila perusahaan tidak menjalankan komitmen sesuai kontrak, maka manajemen mengestimasi provisi pada 2022 bertambah US$546 juta menjadi US$780 juta dari tahun sebelumnya,” dikutip dari laporan keuangan perseroan, Rabu, 20 September 2023.

Baru-baru ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan sebagai tersangka kasus korupsi gas alam cair (LNG). Karen menjabat sebagai pucuk pimpinan perseroan pada periode 2009-2014.

Dirinya ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa 19 September 2023 malam. Karen dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kasus berawal saat Pertamina berencana membuat pengadaan LNG pada 2012. Wacana tersebut sebagai upaya mengatasi defisit gas di Indonesia. Karen kemudian mengusulkan kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier LNG di luar negeri seperti daftar di atas.

Lembaga antirasuah menyebut Karen diduga mengambil keputusan sepihak tanpa kajian menyeluruh. Sehingga hal itu berakhir dengan kerugian negara. "Saat pengambilan kebijakan, KA (Karen Agustiawan) secara sepihak lmemutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam siaran pers, Selasa malam. 

Keputusan sepihak Karen dinilai bertentangan dan melawan persetujuan pemerintah saat itu. “Pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali. sShingga tindakan KA tidak mendapatkan restu dari persetujuan pemerintah saat itu,” tambah Firli.

Korupsi LNG tersebut diperkirakan memicu kerugian negara hingga Rp2,1 triliun. “Perbuatan KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar US$140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun,” pungkas Firli.