<p>Salah satu proyek konstruksi PT Acset Indonusa Tbk. / Astra.co.id</p>
Nasional

Duh! 1 Persen Kontraktor Kakap Kuasai 85 Persen Proyek Konstruksi di RI

  • Jumlah kontraktor besar ada sebanyak 1.632 perusahaan atau mencakup 1%. Sementara, kontraktor menengah berjumlah sekitar 19.000 perusahan atau 14%. Sedangkan, kontraktor kecil ada sekitar 116.000 atau 85%.

Nasional
wahyudatun nisa

wahyudatun nisa

Author

JAKARTA – Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi) Jawa Timur meminta pemerintah mengatasi ketimpangan di sektor konstruksi Tanah Air. Pasalnya, persoalan rekanan di bidang jasa konstruksi kian meresahkan para kontraktor kecil atau menengah.

Ketua Umum BPD Gapensi Jawa Timur Agus Gendroyono mengatakan ada sekitar 1% kontraktor kelas kakap menikmati 85% proyek-proyek konstruksi di seluruh Indonesia. Ketimpangan tersebut semakin diperparah lantaran proyek-proyek itu didominasi oleh kontraktor dari Pulau Jawa terutama Ibu Kota.

“Pemerintah mesti melakukan langkah pemerataan untuk mengatasi ketimpangan dominasi rekanan,” kata Agus, Senin, 21 September 2020.

Agus mengungkapkan saat ini pemerintah menerapkan sistem kontraktor dengan harga termurah dapat memenangkan proyek. Meski ia menyadari ini adalah upaya untuk meringankan biaya pembangunan, namun pemerintah harus mencari cari lain untuk menghindari ketimpangan dan menciptakan pemerataan.

Dia berharap Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang sedang dibentuk pemerintah dapat memainkan peranan penting untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi di industri tersebut.

Kartel Kontraktor

Secara rinci, jumlah kontraktor besar ada sebanyak 1.632 perusahaan atau mencakup 1%. Sementara, kontraktor menengah berjumlah sekitar 19.000 perusahan atau 14%. Sedangkan, kontraktor kecil ada sekitar 116.000 atau 85%.

Sementara itu di sisi proyek, kontraktor kelas kakap dapat mengantongi proyek-proyek besar senilai Rp357 triliun. Sedangkan, sisa proyek senilai Rp63,1 triliun digarap oleh kontraktor menengah dan kecil. Dari data ini, tentu jelas sekali terjadi ketimpangan yang luar biasa.

“Padahal porsi bisa lebih adil kalau ada komitmen antara pemerintah dan LPJK untuk mengkaji ulang segmentasi pasar dan skala usaha bagi penyedia,” sebut Agus.

Maka dari itu, asosiasi kontraktor ini menyarankan pemerintah untuk dapat mengatasi ketimpangan ini. Sara itu meliputi optimalisasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Hal itu dapat dilakukan dengan mengintegrasikan tender berbasis kinerja penyedia terhadap semua pemangku kepentingan.

Kemudian, pemerintah dapat melakukan integrasi rantai pasok berstandar, serta peralatan kerja yang efisien dan berstandar keselamatan yang tinggi.

“Tahap ini harus dimulai dengan memanfaatkan semua data elektronik setiap individu maupun badan usaha. Dengan demikian, tidak ada data yang mubazir atau harus disiapkan berulang kali setiap tender dilakukan, bahkan dengan pokja yang sama,” tutur dia.

Agus menambahkan, sumber data elektronik yang bisa menyederhanakan berbagai ketentuan, keberadaanya sudah bisa jadi indikator telusur, dengan tanpa harus menyajikan data berulang yang sering kali jadi hambatan pemenuhan data administratif bagi kontraktor kecil. (SKO)