<p>Produk Batu Bara milik PT Timah Tbk / Dok. PT Timah Tbk</p>
Nasional

Duh, Ini Sederet Dampak Ekonomi dari Pelarangan Ekspor Batu Bara

  • Larangan ekspor batu bara dari Indonesia akan berdampak signifikan terhadap ekonomi nasional dalam beberapa waktu ke depan.

Nasional

Muhammad Farhan Syah

Jakarta – Larangan ekspor batu bara dari Indonesia akan berdampak signifikan terhadap ekonomi nasional dalam beberapa waktu ke depan. 

Berbagai kalangan menilai larangan ekspor batu bara akan mengancam industri pertambangan secara umum dan aktivitas ekspor batu bara secara khusus.

Kebijkakan tersebut juga dikhawatirkan akan menciptakan ketidakpastian usaha sehingga berpotensi menurunkan minat investasi pada sektor pertambangan mineral dan batu bara.

Ketua Umum Asosiai Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir mengatakan  jumlah volume produksi batu bara nasional hingga sebesar 38-40 juta (Metrik Ton/MT) Per bulan. akan terganggu.

Sementara itu, pendapatan negara dari devisa juga akan berkurang, sebab batu bara merupakan penyumbang terbesar.

Pandu memprediksi pemerintah akan kehilangan devisa hasil ekspor batu bara sebesar kurang lebih US$3 miliar per bulan. 

"Pemerintah juga akan kehilangan pendapatan pajak dan non pajak (royalti) yang mana hal ini juga berdampak kepada kehilangan penerimaan pemerintah daerah," ujar Pandu dalam keterangan resminya, dikutip pada Senin, 3 Desember 2021.

Dampak lain yang juga mengancam dari adanya kebijakan tersebut adalah terganggunya arus kas produsen batu bara yang disebabkan oleh menambah nya beban biaya operasional bagi para perusahaan akibat tidak dapat melakukan penjualan ekspor.

Kapal-kapal tidak akan dapat berlayar menyusul penerapan kebijakan pelarangan penjualan ke luar negeri. Dalam hal ini, perusahaan akan terkena biaya tambahan oleh perusahaan pelayaran terhadap penambahan waktu pemakaian (demurrage) yang cukup besar (US$20.000 – US$40.000 per hari per kapal) yang akan membebani perusahaan-perusahaan pengekspor.

Permasalahan tersebut juga berpotensi memunculkan adanya deklarasi force majeur oleh sejumlah produsen batu bara, serta dapat memicu terjadinya sengketa antara penjual dan pembeli yang sudah berkontrak namun tidak dapat mengirimkan batu bara karena terganjal dengan aturan larangan ekspor tersbut.

Sebagai informasi, sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah meneken kebijakan untuk melakukan pelarangan ekspor batu bara bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.

Langkah tersebut dilakukan meningingat menipisnya ketersediaan batu bara dalam negeri yang saat ini dimiliki untuk dipasok ke-sejumlah pembangkit listrik milik PT PLN (persero) dan IPP.

Kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia sampai saat ini belum dapat memberikan komentar lebih lanjut terkait dengan negosiasi dan diskusi yang tengah dilakukan antara pemerintah dengan para pelaku usaha.

“Mohon maaf belum bisa berkomentar lebih jauh. FYI (sebagai informasi), tgl 1 dan 2 kemarin pemerintah (ESDM dan Kemendag) serta pelaku usaha meeting maraton untuk mencari solusi yang terbaik” ujar Hendra kepada TrenAsia.com pada Senin, 3 Desember 2021.

Meski begitu, pihaknya tetap optimis terhadap solusi yang akan diambil pemerintah, sehingga nantinya keputusan yang diteken dapat mengakomodasi sebagian besar kepentingan baik pemerintah maupun pelaku usaha.

“Kami optimis ada solusi dan kami mematuhi keputusan Pemerintah. Tentu saja Pemerintah berkeinginan menjamin ekspor tetap lancar dan juga pasokan kelistrikan tetap terjaga. Terima kasih,” ujarnya.