Duh! Laba BNI Semester I-2020 Ambruk 41,6% Jadi Rp4,46 Triliun
Laba bersih emiten pelat merah BNI harus ambruk 41,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp4,46 triliun pada semester I-2020. Padahal, pada enam bulan pertama tahun sebelumnya, laba bersih BNI mencapai Rp7,63 triliun.
Industri
JAKARTA – Tampaknya, pandemi COVID-19 memukul kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI)
Laba bersih emiten pelat merah BNI harus ambruk 41,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp4,46 triliun pada semester I-2020. Padahal, pada enam bulan pertama tahun sebelumnya, laba bersih BNI mencapai Rp7,63 triliun.
Direktur Layanan dan Jaringan BNI Adi Sulistyowati mengatakan laba bersih yang diraup perseroan itu diperoleh di tengah masa pandemi COVID-19. Perolehan itu karena ditopang pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan realisasi penyaluran kredit yang tetap tumbuh.
“Perlambatan kinerja ekonomi Indonesia dan global secara bersamaan, namun capaian cukup baik dan melampaui perkiraan sebelumnya,” kata dia dalam paparan kinerja secara virtual di Jakarta, Selasa, 18 Agustus 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Menurut dia, DPK pada paruh pertama 2020 tumbuh sebesar 11,3% dari Rp595,07 triliun pada 2019 menjadi Rp662,38 triliun pada semester I-2020.
Bank BUMN ini mencatat pertumbuhan DPK lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan DPK untuk level industri per Juni 2020 yang tumbuh 7,9% dibandingkan tahun 2019.
Dalam menghimpun DPK itu, kata dia, pihaknya menjadikan dana murah (CASA) sebagai prioritas utama agar dapat memperbaiki biaya dana atau cost of fund yang per semester I-2020 mencapai 2,9%.
Capaian cost of fund itu membaik sebesar 30 basis poin (bps) dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar 3,2%. Sehingga, mendorong penurunan beban bunga semester pertama sebesar 5,6%. Sehingga di tengah kondisi bisnis yang menantang akibat pandemi ini, lanjut dia, BNI dapat menjaga marjin bunga besih (net interest margin/NIM) pada level 4,5%.
Penyaluran Kredit
Sementara itu realisasi penyaluran kredit BNI pada enam bulan pertama tahun ini tumbuh sebesar 5% yoy. Kredit BNI naik dari Rp549,23 triliun menjadi Rp576,78 triliun atau sudah menyalurkan kredit sebesar Rp27,5 triliun.
Pertumbuhan itu, lanjut dia, sejalan dengan program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional. Sehingga, ekspansi kredit didukung dengan kebijakan stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah, di antaranya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 tentang Penempatan Dana Pemerintah di Bank Umum.
Selain itu, juga PMK Nomor 71 dan 98 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah kepada pelaku usaha dalam rangka pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional.
Pertumbuhan kredit dikontribusi oleh kredit korporasi swasta yang tumbuh 12,6% dari Rp174,3 triliun pada semester pertama 2019 menjadi Rp196,32 triliun pada semester pertama 2020.
Kemudian kredit korporasi BUMN yang tumbuh 6,1% dari Rp111,04 triliun pada semester I-2019 menjadi Rp117,8 triliun pada semester I-2020.
Selain itu kredit segmen kecil dan konsumer juga menunjukkan pertumbuhan, masing-masing sebesar 3,4% dan 3,9%.
Pertumbuhan kredit pada segmen kecil, kata dia, terutama berasal dari penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit di bawah Rp10 miliar. Sedangkan, kredit konsumer berasal dari mortgage dan kredit tanpa agunan melalui gaji atau payroll loan.
Pertumbuhan kredit yang selektif dan terukur yang disertai dengan penurunan beban bunga yang signifikan menghasilkan pertumbuhan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) sebesar Rp17,7 triliun atau tumbuh 1%.
Sementara itu dari sisi pendapatan non-bunga, BNI mencatat pertumbuhan sebesar 3,2% mencapai Rp5,54 triliun. (SKO)