Gubernur BI Perry Warjiyo dalam acara Gala Seminar G20 2022 "Monetary and Financial Sector Policy to Support Stability and Recovery" di Bali, Minggu, 17 Juli 2022.
Nasional

Dunia Alami Hiperinflasi, Gubernur BI: Kami Tak Segan Menaikkan Suku Bunga

  • "Tentunya, ketika inflasi fundamental mulai terasa, ekspetasi inflasi juga mulai terasa, dalam kerangka kami, kami tidak segan-segan merespon dari sisi suku bunga," ujar Perry.

Nasional

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo kembali menegaskan bahwa pihaknya tidak segan untuk menaikkan suku bunga di tengah hiperinflasi yang melahirkan sejumlah masalah kompleks bagi bank-bank sentral di seluruh dunia.

Perry mengatakan, sebagian besar inflasit terjadi karena gangguan rantai pasokan yang berlangsung di tengah kenaikan permintaan. Konflik Rusia-Ukraina pun semakin memperparah kondisi tersebut.

Inflasi di Indonesia pada bulan Juni 2022 tercatat berada di level 4,35% year-on-year (yoy), dan untuk merespon hal tersebut, BI mulai menormalkan kebijakan moneternya sambil mendorong kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.

"Tentunya, ketika inflasi fundamental mulai terasa, ekspetasi inflasi juga mulai terasa, dalam kerangka kami, kami tidak segan-segan merespon dari sisi suku bunga," ujar Perry di acara Gala Seminar G20 2022 "Monetary and Financial Sector Policy to Support Stability and Recovery" di Bali, Minggu, 17 Juli 2022.

Inflasi memang tengah menjadi sorotan di berbagai belahan dunia. Untuk mengatasi permasalahan inflasi ini, bank sentral pada umumnya akan mendongkrak suku bunga acuan, dan salah satu pihak yang sudah melakukannya adalah The Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS).

Di sisi iain, Perry mengatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan di bank sentral global akan berimbas kepada berkurangnya aliran modal asing di suatu negara.

Saat aliran modal asing keluar, stabilitas keuangan negara pun bisa terganggu. Oleh karena itu, Perry menekankan pentingnya koordinasi antara bank sentral di seluruh dunia agar tidak menimbulkan dampak negatif pada negara lain saat mengambil kebijakan.

"Ini sangat menantang dan kompleks untuk bank sentral di seluruh dunia. Bagaimana mengembalikan harga barang lebih stabil dan pada waktu yang sama menangani aliran modal serta potensi perlambatan ekonomi global. Ini sangat kompleks," kata Perry.

Menurut Perry, mandat domestik memang harus didahulukan dalam menyikapi situasi ekonomi yang terjadi. Namun, dampak kepada ekonomi global pun tetap harus diperhatikan.

Bank sentral di setiap negara dinilai Perry harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan dan melakukan perhitungan yang matang dalam melihat dampak kebijakan terhadap arus modal dan volatilitas nilai tukar.

Dengan demikian, di satu sisi, keseimbangan dan stabilitas harga merupakan pekerjaan rumah yang harus diatasi oleh bank sentral, dan di sisi lain, bank sentral juga harus mengatasi volatilitas arus modal dan nilai tukar agar tidak memperburuk perlambatan ekonomi global.