Dunia Dihadang Krisis Ekonomi, Jokowi: Kita Tidak Bisa Lagi Bekerja Sesuai Standar
- Pandemi COVID-19 yang belum benar-benar hilang, konflik geopolitik, hingga krisis pangan, energi, dan keuangan, adalah beberapa contoh situasi yang harus dihadapi oleh dunia saat ini. termasuk inflasi yang menjadi momok di semua negara.
Nasional
JAKARTA - Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kepada para menteri dan pihak-pihak terkait lainnya bahwa pemerintah tidak bisa lagi bekerja sesuai standar karena dunia sedang menghadapi berbagai krisis ekonomi yang mengkhawatirkan.
Jokowi mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, dunia memang sedang menghadapi situasi perekonomian yang sangat sulit.
Pandemi COVID-19 yang belum benar-benar hilang, konflik geopolitik, hingga krisis pangan, energi, dan keuangan, adalah beberapa contoh situasi yang harus dihadapi oleh dunia saat ini. termasuk inflasi yang menjadi momok di semua negara.
"Oleh sebab itu, kita tidak bisa lagi bekerja standar karena keadaannya tidak normal. Kita tidak boleh bekerja rutinitas karena memang keadaannya tidak normal, tidak bisa kita memakai standar-standar baku, standar-standar pakem, nggak bisa. Para menteri, gubernur, bupati, walikota juga sama," ujar Jokowi dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022, Kamis, 18 Agustus 2022.
- Semarak HUT ke-77 RI, Makan di 5 Tempat Ini Cuma Rp17 Ribu Aja!
- Fuso Perkenalkan Kendaraan Niaga Listrik Pertama di Indonesia
- Efek Konflik Rusia-Ukraina, Jokowi Wanti-Wanti Ekonomi Global Bergejolak
Jokowi berharap, kementerian dan lembaga terkait lainnya dapat berimprovisasi dalam bekerja dan tidak hanya mengikuti prosedur baku.
Misalnya, dalam upaya menggenjot pemulihan dan pertumbuhan ekonomi, menganalisis situasi dari segi makroekonomi saja tidak cukup. Berbagai situasi mikroekonomi pun harus turut menjadi perhatian bersama, termasuk melihat segala detil permasalahan lewat angka dan data.
Jokowi pun mengimbau agar perangkat-perangkat pemerintahan di tingkat kabupaten, provinsi, dan kota menjalin sinergi dengan tim pengendalian inflasi daerah (TPID) dan tim pengendalian inflasi pusat (TPIP) untuk mengawasi harga pangan yang beredar di masyarakat.
Pemerintah daerah bisa mencari tahu harga komoditas apa saja yang mengalami kenaikan karena kurangnya pasokan.
Setelah itu, melalui koordinasi dengan TPID dan TPIP, bisa dicari tahu daerah mana yang punya pasokan berlebih sehingga nantinya ketersediaan di sana bisa digunakan untuk membantu wilayah yang persediaannya lebih sedikit.
"Tim pengendali inflasi pusat coba cek daerah mana yang memiliki pasokan yang melimpah, dan sambungkan. Ini harus disambungkan karena negara ini besar sekali," papar Jokowi.
- Inflasi AS Turun dan Harga Minyak yang Terungkit Dorong Penguatan Rupiah hingga 105 Poin
- Terkuaknya Misteri Bola Api Hijau yang Tampak di Langit Selandia Baru
- Minta Subsidi Rp13 Triliun Untuk Starlink, Elon Musk Pulang dengan Tangan Hampa
Jokowi pun menceritakan pengalamannya saat ke Merauke. Kepala daerah setempat menyampaikan kepada Jokowi bahwa beras melimpah di sana dan harganya dibanderol sangat murah.
Menurut Jokowi, contoh itu memperlihatkan bagaimana seharusnya setiap daerah dapat bekerja sama untuk mengisi permasalahan pasokan karena pada faktanya, ada beberapa wilayah yang lebih tinggi tingkat pasokannya.
Namun, yang menjadi kendala dalam proses kerja sama tersebut adalah biaya transportasi yang mahal. Lantas, Jokowi pun menegaskan bahwa anggaran tidak terduga dapat digunakan untuk menutup biaya transportasi.
"Gunakan (anggaran tidak terduga), dan saya sudah perintahkan kepada menteri dalam negeri (Mendagri) untuk mengeluarkan surat keputusan atau surat edaran yang menyatakan bahwa anggaran tidak terduga bisa digunakan untuk menyelesaikan inflasi di daerah," tegas Jokowi.