Industri

EBT Jadi Tren dan Senja Kala Batu Bara dan Minyak Bumi

  • JAKARTA – Pangsa pasar Energi Baru Terbarukan (EBT) secara global diproyeksikan bakal meningkat pesat hingga 50% pada 2035 dan mencapai 75% pada 2050.  Ini sekaligus menjadi era akhir dari penggunaan minyak bumi dan batu bara yang selama satu abad lebih menjadi idola. Berdasarkan laporan dari Global Energy Perspective dari McKinsey, pembangkit listrik tenaga EBT akan […]

Industri

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Pangsa pasar Energi Baru Terbarukan (EBT) secara global diproyeksikan bakal meningkat pesat hingga 50% pada 2035 dan mencapai 75% pada 2050.  Ini sekaligus menjadi era akhir dari penggunaan minyak bumi dan batu bara yang selama satu abad lebih menjadi idola.

Berdasarkan laporan dari Global Energy Perspective dari McKinsey, pembangkit listrik tenaga EBT akan menggantikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan minyak bumi.

Pada konsumsi batu bara, misalnya, The International Renewable Energy Agency (IRENA) mencatat pada 2030 produk ini turun drastis hingga 41%. Bahkan, pangsa energi global terhadap permintaan batu bara akan terus melambat hingga 87% pada 2050.

Begitu pula dengan konsumsi minyak bumi, penurunan akan terjadi hingga 31% pada 2030 dan terus melambat hingga 70% pada 2050. Pergantian ini pun dinilai memberikan peluang besar bagi pengembangan EBT ke depan.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, salah satu pemanfaatan EBT untuk pembangkit bisa didapat dari tenaga surya.

“Tenaga surya akan mendominasi kenaikan angka pemanfaatan EBT,” katanya dalam keterangan tertulis yang dikutip TrenAsia.com, Senin, 22 Maret 2021. 

Menurutnya, hal ini terjadi seiring harga produk EBT semakin bersaing dengan energi fosil. Pemerintah pun diketahui berencana menambah kapasitas pembangkit EBT sebesar 38 Mega Watt (MW) sampai 2035.

Selain itu, strategi lain yang dilakukan, yakni dengan menjalankan program mandatori biodiesel 30% atau B30 untuk mengurangi impor bahan bakar fosil. 

Hal ini diikuti oleh pengembangan co-firing biomassa pada beberapa pembangkit listrik. Skala penggunaan teknologi ini dinilai luas karena mengombinasikan antara clean coal technologyco-firing biomassa, dan Carbon Capture, Utilization, and Storage atau CCS/CCUS.