Wamenhkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej (Foto: Tangkapan layar Kanal Pengetahuan Hukum FH UGM)
Nasional

Eddy Hiariej Minta Status Tersangka Dicabut, Klaim Rp7 M Sebagai Fee Lawyer

  • Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menjalani sidang praperadilan perdananya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin 18 Desember 2023.

Nasional

Khafidz Abdulah Budianto

JAKARTA - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menjalani sidang praperadilan perdananya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin 18 Desember 2023. 

Praperadilan itu diajukannya untuk melawan penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus suap.  Dalam sidang tersebut, Eddy meminta hakim tunggal Estiono yang menangani perkara tersebut untuk mencabut statusnya sebagai tersangka. 

“Menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka terhadap para pemohon (Eddy dkk) oleh termohon (KPK),” kata kuasa hukumnya, M Luthfie Hakim dalam persidangan, Senin. 

Selain itu, terdapat beberapa permintaan lain yang diajukan Eddy melalui praperadilan tersebut.  “Tindakan Termohon yang menetapkan para pemohon sebagai tersangka tanpa prosedur adalah cacat yuridis atau bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal,” kata Luthfie. 

Eddy juga meminta hakim tunggal yang memeriksa dan memutus perkara tersebut agar memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan seluruh rangkaian penyidikan.  Selanjutnya, mantan Wamenkumham itu meminta agar Hakim menyatakan perbuatan termohon yang dilakukan kepada Eddy berupa pemblokiran rekening, larangan bepergian ke luar negeri, penggeledahan, serta penyitaan tidak sah. 

Kemudian, Eddy juga meminta hakim memulihkan segala hak hukum para pemohon terhadap upaya-upaya paksa yang telah dilakukan oleh termohon.

Sebut Rp7 Miliar Sebagai Fee

Dalam sidang praperadilan perdananya, pihak Eddy menyatakan jika uang senilai Rp7 miliar yang dianggap sebagai suap tersebut merupakan salah satu bentuk Lawyer Fee. Hal itu merupakan salah satu bentuk bayaran kepada pengacara atau lawyer atas jasa yang diberikannya pada klien. 

“Bahwa padahal pada faktanya aliran dana yang diduga oleh termohon merupakan gratifikasi atau suap kepada Pemohon I adalah merupakan lawyer fee dari Klien,” papar Kuasa Hukum Eddy.

Menurut pihaknya, fee tersebut sah diberikan oleh klienya dalam hal ini PT CLM dan PT APMR kepada Eddy Hiariej. Pihaknya menilai hal tersebut bisa dibuktikan melalui surat kuasa antara Yosi Andika dengan Kliennya PT CLM dan PT APMR dimana telah menunjukanya sebagai kuasa hukum. 

Pihaknya menilai termohon telah keliru dalam menjadikan tersangka kepada Yosi selaku kuasa hukum kedua perusahaan tersebut sebab seorang lawyer justru harus dilindungi jika merujuk pada Pasal 16 Undang-Undang Advokat. 

Oleh sebab itu, pihak Eddy menekankan kriminalisasi lawyer fee atas pemohon sangat tidak pada tempatnya sebab berbagai aksi hukum untuk kedua perusahaan yang menjadi klien telah dilakukan oleh pemohon.

Dalam praperadilan tersebut, Eddy Hiariej mengajukannya bersama dua orang lainnya yang menjadi tersangka yakni asisten pribadinya, Yogi Arie Rukmana dan seorang pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi. Eddy mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 4 Desember 2023.

Informasi itu diketahui dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Praperadilan tersebut teregister dalam perkara nomor 134/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. Klasifikasi perkara yang tercantum dalam laman tersebut yaitu sah atau tidaknya penetapan tersangka.