Nasional

EDISI HUT KE-75 RI: Mengenang Keperkasaan Wanita Aceh Yang Sulit Tertandingi

  • JAKARTA- Melalui sebuah pertempuran yang sangat keras di Teluk Haru yang ada di perairan Malaka, pasukan Kasultanan Aceh berhasil menghancurkan armada Portugis. Namun kemenangan itu meninggalkan kepedihan sekaligus kemarahan tiada tara pada seorang wanita bernama Keumalahayati. Dalam pertempuran yang dipimpin langsung Sultan Alauddin Riayat syah Al-Mukammil, penguasa Aceh Darussalam yang juga ayahnya tersebut, dua Laksamana […]

Nasional
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

JAKARTA- Melalui sebuah pertempuran yang sangat keras di Teluk Haru yang ada di perairan Malaka, pasukan Kasultanan Aceh berhasil menghancurkan armada Portugis. Namun kemenangan itu meninggalkan kepedihan sekaligus kemarahan tiada tara pada seorang wanita bernama Keumalahayati.

Dalam pertempuran yang dipimpin langsung Sultan Alauddin Riayat syah Al-Mukammil, penguasa Aceh Darussalam yang juga ayahnya tersebut, dua Laksamana gugur. Satu di antaranya adalah suami Keumalahayati.

Dibawa rasa marah yang berkobar, wanita itu kemudian menghadap Sang Sultan dan minta izin untuk membangun sebuah pasukan khusus. Bukan sembarang pasukan, karena personel yang dipilih adalah para wanita terutama janda perang.

Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan Alauddin Riayat syah Al-Mukammil yang berkuasa pada 1589-1604 M. Dia kemudian mengangkat Laksamana Malahayati sebagai panglima armada yang diberi sebutan Armada Inong Balee (wanita janda) dengan teluk Krueng Raya dijadikan sebagai pangkalan armada.

Keumalahayati yang kemudian lebih dikenal sebagai Laksamana Malahayati memang bukan sembarang wanita. Sejak muda dia mendapat pendidikan militer pada pusat pendidikan tentara Aceh yang bernama pusat pendidikan Asykar Baital Makdis. Pelatih di akademi militer ini adalah para perwira Usmani Turki sebagai bagian dari kerja sama dengan kerajaan Aceh Darussalam.

Darah Prajurit

Malahayati memilih pendidikan angkatan laut, karena dalam tubuhnya telah mengalir darah prajurit laut. Ayah dan kakek laksamana Malahayati adalah para prajurit armada perang laut Aceh.

Malahayati dengan keras melatih armada Inong Balee turun. Awalnya 1.000 janda bergabung dalam pasukan ini, tetapi terus berkembang menjadi sekitar 2.000 orang.  Para wanita ini digembleng dalam hal bela diri dan taktik perang di benteng Inong Balee yang sekarang terletak di Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Keberadaan benteng Inong Balee di tepi jurang dan dibawahnya terdapat pantai dengan batuan karang.

Dari posisi dan letak benteng Inong Balee sangatlah strategis sebagai wilayah pertahanan. Benteng Inong Balee  juga berfungsi sebagai benteng pertahanan sekaligus sebagai asrama penampungan para janda yang suaminya telah gugur dalam pertempuran. Selain itu juga digunakan sebagai tempat penempatan logistik perang.

Armada Inong Balee Aceh telah memiliki sekitar 100 kapal perang, yang setiap kapal dilengkapi dengan meriam-meriam dan lila-lila. Kapal terbesar dilengkapi dengan lima meriam.

Dengan kekuatan ini, armada Inong Balee dipandang sebagai armada terkuat di Selat Malaka bahkan disegani di kawasan Asia Tenggara, seperti yang di jelaskan oleh Deny Lembard dalam bukunya kerajaan Aceh dizaman Iskandar Muda.

Hingga pada 21 Juni 1599, dua kapal besar dari Belanda bernama de Leeuw dan de Leeuwin merapat ke Bandara Aceh Darussalam. Dua kapal tersebut dipimpin Frederick dan Cornelis de Houtman.

Benih Pertikaian

Semula, hubungan para pendatang dari Eropa itu dengan rakyat dan Kesultanan Aceh Darussalam terjalin baik-baik saja. Sampai kemudian, akibat tingkah orang-orang Belanda serta mulai muncul benih-benih pertikaian.

Saat situasi semakin panas Frederick dan Cornelis de Houtman membawa kapalnya ke lautan sambil membangun rencana untuk melakukan serangan.

Sultan Alauddin Riayat syah Al-Mukammil kemudian memerintahkan Laksamana Malahayati untuk menggempur kapal Belanda tersebut. Pertempuran laut pun tidak bisa dihindarkan dalam sebuah pertarungan satu lawan satu Laksamana Malahayati berhasil membunuh Cornelis de houtman dengan rencongnya. Sementara Frederijk de houtman berhasil ditawan.

Pada 1604, Laksamana Malahayati wafat dengan meninggalkan nama besar yang diakui oleh bangsa-bangsa Eropa. Dia dimakamkan di kaki Bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar atau di sekitar pangkalan armada Inong Balee.

Pasukan Wanita Lain

Selain Inong Balee, Kerajaan Aceh Darussalam juga memiliki pasukan wanita lain yang dikenal sebagai Sukey Inong kaway istana atau resimen wanita pengawal istana. Pasukan ini dibentuk oleh Sultan Muda Ali Riayatsyah V  yang memerintah tahun 1604-1607 M.

Seperti halnya Inong Balee, semua personel Sukey Inong juga terdiri dari wanita, baik yang masih gadis maupun wanita muda yang telah bersuami. Sukey Inong dipercaya oleh sultan untuk mengawal kerajaan Darud Dunia. Sebelum membangun Inong Balee, Malahayati juga memimpin pasukan ini.

Sultan Aceh mempercayakan Suket Inong Kaway untuk menjaga dan memelihara tata tertib dalam Istana Darud Dunia. Tugas mereka termasuk masalah keprotokolan dalam istana. Mereka juga diberikan kehormatan menyambut tamu khusus kerajaan.

Berdasarkan catatan M. Yunus Jamil dalam buku Gajah Putih, pasukan ini dipimpin seorang komandan dari Sukey Inong Kaway Istana berpangkat tinggi dan disebut Laksamana Meurah Ganti.

Sultan Aceh mempercayakan Suket Inong Kaway untuk menjaga dan memelihara tata tertib dalam Istana Darud Dunia. Tugas mereka termasuk masalah keprotokolan dalam istana. Mereka juga diberikan kehormatan menyambut tamu khusus kerajaan.

Buku Gajah Putih

Berdasarkan catatan M. Yunus Jamil dalam buku Gajah Putih, pasukan ini dipimpin seorang komandan dari Sukey Inong Kaway Istana berpangkat tinggi dan disebut Laksamana Meurah Ganti.

Selain masa Sultan Muda Ali Riayat Syah, di masa Sultan Iskandar Muda terdapat juga pasukan perempuan yang diberi nama Kaum Keumala Cahaya. Pasukan ini lebih besar dibandingkan Sukey Inong Kaway karena dibentuk dalam sebuah divisi. Divisi Keumala Cahaya ini terdiri dari wanita-wanita pilihan, baik dari segi kemampuan maupun penampilannya.

Menurut catatan sejarah, satu batalyon dari Kaum Inong Kaway Istana ditetapkan menjadi Balang Kaway Majeulih (Batalyon Kawal Kehormatan). Pasukan ini dipilih dari dara-dara yang ramping semampai dan berwajah rupawan. Balang (batalyon) inilah yang ditugaskan untuk menyambut tamu-tamu agung dengan barisan kehormatannya.

Merujuk buku karangan Mohammad Said, berjudul Aceh Sepanjang Abad disebutkan kaum Inong Kaway Istana dipimpin oleh seorang perwira tinggi angkatan laut, Laksamana Cut Meurah Inseun..

Merujuk buku karangan Mohammad Said, berjudul Aceh Sepanjang Abad disebutkan kaum Inong Kaway Istana dipimpin oleh seorang perwira tinggi angkatan laut, Laksamana Cut Meurah Inseun.

Dengan sejarah panjang itu, tak heran bumi Aceh pada akhirnya terus melahirkan wanita-wanita dengan nama besar seperti Tjut Nyak Dien, Tjut Mutia, Pocut Baren dan masih banyak lagi.

Sulit untuk menyaingi sejarah keperkasaan wanita Aceh. Bahkan di dunia ini tidak ada pasukan janda sebesar Inong Balee yang dibentuk dan dipimpin Malahayati. Tidak hanya di masanya, tetapi juga hingga era sekarang ini.

Dirangkum dari berbagai sumber