Ekonom: Debat Cawapres Belum Hadirkan Solusi Perekonomian
- Capres dan cawapres seharusnya menyadari untuk mencapai kekuatan ekonomi yang signifikan bagi Indonesia, diperlukan investasi yang besar pada SDM, modal, dan teknologi.
Nasional
JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai debat calon wakil presiden (cawapres) yang diselenggarakan pada Jumat, 22 Desember 2023 belum mampu hadirkan solusi untuk perekonomian Indonesia.
“Debat cawapres ternyata belum memberikan suatu solusi yang jitu untuk perekonomian Indonesia, karena pada saat ide-ide dikemukakan oleh pasangan cawapres, itu belum membumi,” ujar Esther dalam Diskusi Publik Ekonom Perempuan Indef pada Kamis, 28 Desember 2023 di Jakarta.
Esther menyoroti visi cawapres yang berambisi mewujudkan Indonesia Emas 2045 dengan memanfaatkan bonus demografi dari generasi emas menilai visi tersebut kurang didukung oleh investasi yang memadai pada sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, beberapa program yang ditawarkan lebih fokus pada pembangunan ibu kota baru dan infrastruktur, yang dianggapnya bukan sebagai prioritas.
- Emiten Hermanto Tanoko (RISE) Akusisi 45 Persen Saham Anak Usaha Sampoerna
- Permintaan Mie Instan di Dunia Meningkat Hingga 160 Persen, Indomie Mendominasi
- Risiko Pengintegrasian Rupiah Digital dengan Infrastruktur Pasar Keuangan
Esther berpendapat capres dan cawapres seharusnya menyadari untuk mencapai kekuatan ekonomi yang signifikan bagi Indonesia, diperlukan investasi yang besar pada SDM, modal, dan teknologi.
Dalam kesempatan terpisah seperti dilansir Antara, Nailul Huda, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), mengkritik perdebatan capres yang dianggap kurang mendalam dalam memahami usaha untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Padahal, konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB).
Namun, Huda memberikan apresiasi pada cawapres yang membawa pembahasan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) ke dalam arena debat.
ICOR sendiri merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar tambahan modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan keluaran atau output, dan hal ini menjadi sorotan utama menurut Huda. Tingginya nilai ICOR mencerminkan investasi di suatu negara membutuhkan biaya yang signifikan. Huda berpendapat dibutuhkan stimulus tambahan untuk mengurangi nilai ICOR tersebut.
“ICOR yang tinggi tadi dibahas dan itu bagus karena ICOR kita menyentuh level 6,7. Perlu dorongan ekstra untuk bisa menekan ICOR ke angka 4-5 poin,” tambah Huda.