Ekonom Indef Sebut Kasus BPJS Ketenagakerjaan Sama Seperti Jiwasraya dan ASABRI
JAKARTA – Kasus penurunan nilai investasi yang terjadi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dinilai sama seperti kasus-kasus yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan kasus investasi yang gagal di BPJS Ketenagakerjaan […]
Nasional
JAKARTA – Kasus penurunan nilai investasi yang terjadi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dinilai sama seperti kasus-kasus yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan kasus investasi yang gagal di BPJS Ketenagakerjaan bisa disamakan dengan kasus di Jiwasraya dan ASABRI.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Menurutnya, ketiga lembaga tersebut merupakan lembaga pemerintah yang khusus mengelola dana-dana yang dihimpun dari masyarakat untuk menghasilkan return.
“Praktik ini sangat rawan dan dekat dengan penyalahgunaan dana investasi untuk yang dirasa dapat menimbulkan potensi kerugian negara,” katanya kepada TrenAsia, Kamis 25 Februari 2021.
Dalam hal ini, dia membenarkan adanya risiko atau potensi loss jika bermain di pasar modal. Namun risiko tersebut seharusnya bisa diprediksi lebih awal atau diantisipasi.
“Sejatinya apakah potensi loss tersebut diperhatikan dari awal atau tidak. Naik turunnya saham sudah lumrah juga di pasar modal dan bisa dianalisa bagaimana ke depannya. Patut juga diingat adalah adanya penambahan investasi yang cukup besar dengan risiko yang tinggi. Apakah memang murni untuk bisnis atau seperti apa kita tunggu hasil dari penyelidikan Kejaksaan Agung,” lanjutnya.
Sebelumnya, pakar ekonomi keuangan Roy Sembel pun mengungkapkan, unrealized loss BPJS-TK tidak bisa disamakan dengan kasus Jiwasraya.
Apalagi menurutnya, kalau dilihat dari portofolio BPJS-TK sendiri, berisi saham-saham LQ45, dimana unrealized loss-nya mengikuti kondisi naik dan turunnya pasar atau masih inline. Sementara, kalau Jiwasraya unrealized loss karena berisi saham-saham gorengan yang naik turunnya sangat volatile.
“Selain itu, prosentase aset allocationnya BPJS Ketenagakerjaan dibandingkan dengan Jiwasraya jauh berbeda. Portofolio yang terdiri dari saham di BPJS Ketenagakerjaan jauh lebih kecil dibandingkan porsinya portfolio saham Jiwasraya,”jelas Roy.
Sebagai informasi, tercatat pada Agustus-September 2020 BPJS-TK mengalami unrealized loss hingga mencapai Rp43 triliun. Lalu, pada akhir Desember 2020 menurun menjadi Rp22,31 triliun, dan pada Januari 2021 unrealized loss tinggal Rp14,42 triliun.