<p>Mitra Driver Gojek menunggu customer di dekat logo Bank Jago di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Selasa, 16 Februari 2021. Foto: Panji Asmoro/TrenAsia</p>

Tren Merger dan Akuisisi Bank Digital dan Fintech P2P Lending Kian Ramai

  • Tren akuisisi dan merger industri keuangan didorong oleh kebijakan OJK tentang modal disetor perusahaan fintech maupun bank.

Dewi Aminatuz Zuhriyah

Dewi Aminatuz Zuhriyah

Author

JAKARTA – Tren merger dan akuisisi industri layanan keuangan diprediksi terus terjadi pada tahun ini. Hal ini menyusul Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sedang menyiapkan rancangan peraturan tentang modal perusahaan teknologi finansial, baik bank digital maupun peer to peer lending.

Tak hanya itu, adanya kenaikan modal inti perbankan menjadi Rp3 triliun pada 2022 dalam POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum juga turut memicu aksi tersebut.

Pengamat Institute for Development Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan adanya aturan tersebut akan mendorong semakin cepatnya gelombang akuisisi bank maupun start up sektor financial technology (fintech).

“Modelnya bisa dua arah. Bank yang modalnya besar atau buku 3 dan 4 akan membeli saham bank kecil. Tapi, ada juga kondisi di mana start up yang mengakuisisi lembaga keuangan untuk perkuat ekosistem pembayaran digitalnya,” jelas Bhima, Selasa 16 Maret 2021.

Menurutnya, adanya tren akuisisi tersebut akan berdampak pada pola bisnis bank atau layanan keuangan itu. Tak  hanya itu, jika akuisisi atau merger terjadi, hal tersebut akan mempengaruhi nasib pekerja di industri tersebut.

“Serapan tenaga kerja dibagian teller dan customer service akan berkurang signifikan. Sementara permintaan tenaga kerja IT atau suport system baik artificial inteligence specialist, data analyst, hingga cyber security akan naik tajam.”

Adapun sebelumnya, laporan TrenAsia.com mencatat spekulasi pasar terhadap prospek emiten bank kecil telah mencuat di tengah isu digitalisasi dan akuisisi start up unicorn terhadap bank digital.

Dalam sepekan terakhir, setidaknya delapan bank mini, termasuk milik konglomerat Tommy Winata hingga Harry Tanoesoedibjo disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) akibat tingkat volatilitas yang tinggi.

Kemudian, PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek) melalui PT Dompet Anak Bangsa (GoPay) melakukan aksi borong saham PT Bank Jago Tbk (ARTO).

Disusul oleh langkah induk perusahaan Shopee, yakni SEA Group yang mencaplok PT Bank Kesejahtersan Ekonomi (BKE). Bahkan, Akulaku milik Grup Alibaba ikut mengakuisisi PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB).