Ekonom Sebut Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen Realistis, Tapi Ini Syaratnya
- Ekonom Muhammad Chatib Basri tetap optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan bisa mencapai target 5,2% sesuai asumi makro APBN 2022.
Industri
JAKARTA -- Ekonom Muhammad Chatib Basri tetap optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan bisa mencapai target 5,2% sesuai asumi makro APBN 2022.
Untuk mencapai target tersebut, dia mendorong pemerintah harus mempercepat vaksinasi. Menurut dia, vaksinasi kini menjadi senjata terakhir yang dilakukan untuk memerangi pandemi COVID-19 guna memulihkan ekonomi.
"Kalau kita mampu mengatasi pandemi dimana vaksinnya bisa dipercepat sampai dengan kuartal I-2022 maka saya kira target 5,2 persen bukan sesuatu yang berlebihan," katanya dalam Webinar APBN 2022, Senin, 18 Oktober 2021.
Dia menandaskan bahwa strategi pemerintah dalam menekan angka kasus COVID-19 sangat menemukan bidak ekonomi tahun depan.
- RUPSLB Setujui Rights Issue, Allo Bank Milik Chairul Tanjung Berpeluang Tarik Dana Rp50 Triliun
- Mulai Hari Ini, Rute Transjakarta PIK-Balai Kota Diperpanjang hingga Pantai Maju
- Digeser GoPay, OVO Hilang dari Halaman Utama Tokopedia
Pasalnya, jika Indonesia hingga akhir tahun belum mampu mencapai tingkat vaksinasi 70% untuk kekebalan kelompok (herd immunity) maka sulit bagi Indonesia untuk keluar dari tekanan ekonomi seperti yang dialami saat ini.
"Ada satu masalah yang tidak ada satu orang pun di dunia ini memastikan karena pemulihan ekonomi sangat tergntung kepada bagaimana kempuan mengatasi pandemi. Ada satu variabel yang kita tidak pernah bisa tahu apakah pandemi ini bisa berakhir atau tidak," katanya.
Chatib Basri mencontohkan beberapa negara yang telah berhasil melakukan vaksinasi, seperti Amerika Serikat, Singapura dan Australia.
AS memiliki akses vaksinasi mencapai di atas 50%. Demikian halnya dengan Singapura dan Australia yang masing-masing 50% dan 80%.
Setelah berhasil dalam program vaksinasi, pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut diproyeksikan bakal membaik tahun depan.
"Kalau kita lihat proyeksi pertumbuhan ekonomi di akses vaksinnya luar biasa itu recovery di tahun 2022 itu lebih tinggi dari kita. Nah yang di bawah Indonesia untuk tahun 2021 itu hanya Filipina dan Thailand," papar Chatib Basri.
Vaksinasi Indonesia hingga 17 Oktober 2021 tercatat mencapai 107,5 juta untuk dosis pertamadan 62,73 juta untuk dosis kedua serta 1,07 juta untuk dosis ketiga. Target vaksinasi nasional mencapai 208,26 juta penerima.
Chatib Basri mengatakan program vaksinasi yang dijalankan masih jauh dari target. Dengan jumlah penduduk terbesar keempat dunia, pemerintah harus mencari solusi untuk mempercepat vaksinasi nasional.
"Selama herd immunity belum tercapai, selama vaksinasi belum bisa mencpai 70-80 persen, maka ada risiko pemulihan ekonominya itu bentuk W, naik, turun, naik lagi, turun," katanya.
Dia menambahkan bahwa pelonggaran-pelonggaran yang diberikan pemerintah selama penanganan pandemi terlihat berdampak terhadap peningkatan kasus COVID-19. Baik itu terjadi pada tahun lalu maupun tahun ini.
Alhasil, ketika pemerintah kembali melakukan pembatasan maka secara langsung ataupun tidak langsung, berdampak terhadap aktivitas ekonomi secara keseluruhan.
"Apa yang terjadi di Juli tentu sesuatu yang tidak mau kita ulangi. Artinya pemerintah menerapkan yang disebut sebagai PPKM Darurat apa PPKM level 4. Maka di kuartal ketiga itu pertumbuhan ekonomi melambat," ungkapnya.
Baru-baru ini, International Monetary Fund (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini di tingkat 3,2% atau turun 0,7 percentage point (pp) dari proyeksi pada bulan Juli lalu.
IMF memandang bahwa pemulihan ekonomi masih solid meskipun beberapa aspek memengaruhi perubahan proyeksi, seperti isu gangguan supply di negara maju serta sempat memburuknya kasus COVID-19 di negara berkembang akibat varian Delta.
IMF secara keseluruhan memangkas proyeksi ekonomi dunia tahun 2021 dari 6,0% menjadi 5,9% dibanding proyeksi sebelumnya Juli setelah melihat dampak pandemi.
Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi ini terjadi secara luas di negara maju maupun negara berkembang. Hal ini menunjukkan adanya risiko global yang meningkat.
Dua perekonomian terbesar dunia, yakni Amerika Serikat dan China, juga mendapatkan revisi ke bawah untuk outlook pertumbuhannya, masing-masing diproyeksikan tumbuh 6,0% dan 8,0% di tahun 2021.
Sementara, penurunan proyeksi juga dialami ASEAN-5 dengan laju pertumbuhan di 2021 diperkirakan hanya mencapai 2,9% (turun 1,4 pp).
IMF memandang berbagai risiko global masih perlu diwaspadai ke depan, antara lain pemulihan yang tidak merata karena ketimpangan vaksin, perkembangan mutasi COVID-19, risiko inflasi, volatilitas pasar keuangan, serta menurunnya stimulus ekonomi.*