<p>Ilustrasi pengangguran. / Pixabay</p>
Nasional

Ekonom Sebut Tingkat Pengangguran 8,75 Juta Orang Bikin Daya Beli Masyarakat Tersendat

  • Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan kenaikan jumlah pengangguran 8,75 juta orang hingga Februari 2021. Angka pengangguran itu menyurut 1,02 juta orang dibandingkan Agustus 2020. Ekonom mendorong pemerintah untuk fokus membenahi masalah pengangguran agar daya beli masyarakat bisa terungkit kembali.

Nasional
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan kenaikan jumlah pengangguran 8,75 juta orang per Februari 2021.

Angka pengangguran itu menyusut 1,02 juta orang dibandingkan Agustus 2020. Ekonom mendorong pemerintah untuk fokus membenahi masalah pengangguran agar daya beli masyarakat bisa terungkit kembali.

Kepala BPS Kecuk Suhariyanto melaporkan adanya penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 7,07% pada Agustus 2020 menjadi 6,26% pada Februari 2021.

“Lapangan pekerjaan membaik, tapi belum pulih seutuhnya pada Februari 2021,” kata Suhariyanto dalam konferensi pers, 5 Mei 2021.

Di tengah pandemi COVID-19, ada penambahan 1,59 juta angkatan kerja sejak Agustus 2020 menjadi 139,71 juta orang pada Februari 2021.

Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2021 mencapai 131,06 juta orang atau bertambah 2,61 juta orang sejak Agustus 2020.

Adapun sektor yang mengalami pertumbuhan serapan tenaga kerja tertinggi adalah penyediaan akomodasi serta industri makanan dan minuman (mamin) sebesar 0,34%. Di sisi lain, sektor transportasi dan pergudangan mengalami penurunan serapan tenaga kerja sebesar 0,3%.

Pendiri dan ekonom senior Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Hendri Saparini mengatakan, kondisi pengangguran yang masih tinggi menjadi faktor utama daya beli masyarakat masih tersendat.

“Mereka belum bisa spending lebih, karena saat ini bagi mereka pengeluaran kesehatan lah yang nomor satu,” kata Hendri dalam Webinar Menakar Efektivitas Stimulus Ekonomi yang dilansir Rabu, 5 Mei 2021.

Hendri pun menyarankan pemerintah untuk fokus membenahi ekonomi domestik ketimbang menggenjot ekspor-impor. Menurutnya, strategi menopang ekonomi domestik lebih efektif untuk menggairahkan kembali daya beli masyarakat.

“Ekonomi Indonesia tradisional, ekspor-impor itu sumbangannya hanya sedikit terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto). Maka bila kita menghidupkan ekonomi domestik, masyarakat bisa kerja kembali, maka Indonesia bisa survive,” terang Hendri.

Untuk diketahui, konsumsi rumah tangga mendominasi hingga 57% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sementara, nilai konsumsi rumah tangga masih terkontraksi 2,33% pada kuartal I-2021.

Hendri melihat kenaikan mobilitas masyarakat selama tiga bulan pertama 2021 rupanya tidak mencerminkan pulihnya aktivitas ekonomi. Menurutnya, pergerakan manusia tidak bisa dibarengi dengan konsumsi karena pendapatan masyarakat masih terganggu pandemi COVID-19.

“Mobilitas masyarakat sudah tinggi, tapi konsumsinya belum. Ini karena mereka, kelompok ekonomi lemah, belum bisa spending. Apalagi 40% masyarakat masih bergantung kepada Bantuan Sosial (bansos),” ucap Hendri. (RCS)