Ekonomi Asia Diproyeksi Melemah, Dipengaruhi Kebijakan Trump
- ADB menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk Asia berkembang menjadi 4,9% pada 2024 dan 4,8% pada 2025. Penurunan tersebut terutama dipengaruhi oleh prospek pertumbuhan yang lebih lemah di Asia Timur dan Asia Selatan.
Makroekonomi
JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) dalam laporan Asian Development Outlook (ADO) terbaru untuk periode Desember 2024 mengumumkan perubahan proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia.
Laporan ini memberikan gambaran tentang tantangan dan peluang bagi kawasan, dengan penyesuaian angka pertumbuhan serta inflasi yang diantisipasi pada tahun-tahun mendatang.
ADB menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk Asia berkembang menjadi 4,9% pada 2024 dan 4,8% pada 2025. Penurunan tersebut terutama dipengaruhi oleh prospek pertumbuhan yang lebih lemah di Asia Timur dan Asia Selatan, dua subwilayah utama yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi kawasan.
- Berdayakan AI untuk Trading, Mirae Asset Luncurkan Fitur MAIA di Aplikasi M-STOCK
- Kemenaker Rilis Aturan Libur & Cuti Bersama Nataru
- Bedah IPO Bangun Kosambi Sukses (CBDK), Anak Usaha PANI Bidik Dana Rp2,3 Triliun
Meski demikian, revisi naik diberikan untuk beberapa subwilayah, seperti Kaukasus dan Asia Tengah yang mencakup negara-negara seperti Azerbaijan, Georgia, Tajikistan, dan Uzbekistan. Asia Tenggara juga mendapatkan revisi positif, yang menjadi indikator subwilayah ini mememiliki ketahanan terhadap tantangan global.
Dalam laporan tersebut, ADB juga memperkirakan penurunan inflasi di Asia berkembang. Untuk tahun 2024, inflasi diproyeksikan berada di angka 2,7%, sedikit lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Sementara itu, inflasi 2025 diperkirakan turun ke 2,6%, mengalami revisi turun sebesar 0,3 poin persentase. Penurunan tersebut mencerminkan melemahnya tekanan harga di Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.
Kebijiakan Trump Pengaruhi Ekonomi Asia
ADB juga mengidentifikasi risiko utama yang dapat memengaruhi prospek pertumbuhan Asia dan Pasifik, salah satunya adalah kebijakan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden terpilih Donald Trump.
"Sebagian karena dampak terbatas yang diharapkan dari kepresidenan Trump yang baru dalam waktu dekat,” terang Kepala Ekonom ADB Albert Park merujuk pada laporan terbaru ADB di Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024.
Kebijakan Trumph yang berpotensi memperkenalkan tarif perdagangan lebih tinggi terhadap China dan mitra dagang utama lainnya dapat memperburuk ketegangan perdagangan global. Selain itu, kebijakan imigrasi yang ketat, fiskal ekspansif, deregulasi yang lebih luas, serta kemungkinan sikap dovish dari Federal Reserve dapat menciptakan tekanan inflasi dan mengurangi stabilitas ekonomi kawasan.
- Berdayakan AI untuk Trading, Mirae Asset Luncurkan Fitur MAIA di Aplikasi M-STOCK
- Kemenaker Rilis Aturan Libur & Cuti Bersama Nataru
- Bedah IPO Bangun Kosambi Sukses (CBDK), Anak Usaha PANI Bidik Dana Rp2,3 Triliun
Risiko lainnya berasal dari ketegangan geopolitik yang dapat memicu volatilitas harga komoditas dan pasar keuangan global, sehingga mengguncang stabilitas ekonomi regional. Selain itu, ADB juga mencatat potensi pelemahan lebih lanjut di sektor properti China sebagai ancaman signifikan.
Penurunan di sektor ini dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi di negara dengan ekonomi terbesar di Asia, yang pada akhirnya memengaruhi kinerja ekonomi kawasan secara keseluruhan.
ADB mencatat bahwa dinamika pertumbuhan 2024 sebagian besar tidak berubah dibandingkan laporan ADO September 2024. Revisi turun untuk proyeksi tahun 2024 hanya sebesar 0,1 poin persentase dari estimasi sebelumnya, mencerminkan stabilitas yang relatif meski menghadapi tantangan eksternal.