Ekspektasi vs Realita Perantau di DKI Jakarta
- Rata-rata para pengadu nasib ingin memperbaiki ekonomi keluarga di kampung halamannya. Dalam pandangannya gemerlapnya ibukota dapat mengakomodir cita-citanya tersebut.
Nasional
JAKARTA - Setiap tahun banyak perantau yang mengajak sama saudara, teman atau kerabatnya mengadu peruntungan nasib di Ibu Kota. Hal ini menjadi salah satu pendorong urbanisasi ke Jakarta.
Rata-rata para pengadu nasib ingin memperbaiki ekonomi keluarga di kampung halamannya. Dalam pandangannya gemerlapnya ibukota dapat mengakomodir cita-citanya tersebut.
Salah satu pekerjaan swasta Jakarta Pusat Edi (32) berasal dari Sidoarjo Jawa Timur mengaku kerap diminta membawa keluarganya saat hendak kembali ke Jakarta saat mudik. Namun, permintaan itu tidak bisa diterima langsung olehnya.
- Rancangan Kemasan Rokok Polos Munculkan Polemik Besar
- Daftar Barang dan Jasa yang Terhindar PPN 12 Persen Mulai 2025
- Wuih! Agung Podomoro Raih Hampir Rp 2 T dari Jual Hotel Pullman
Menurut Edi banyak keluarga pemudik kerap tidak membawa bekal saat ikut keluarganya merantau ke Jakarta. Hal yang terbersit dalam pikiran keluarga perantau adalah sampai dulu dan menginap sementara di rumah saudara, baru mencari pekerjaan di Ibu Kota.
"Saya pastikan dulu jika mau membawa saudara ke Jakarta harus hati-hati. Latar belakang pendidikannya saya lihat hingga pekerjaan apa yang sudah dia dapat di Jakarta sebelum ikut merantau," katanya kepada TrenAsia.com pada Selasa, 19 November 2024.
Edi mengatakan, ia kerap kali menolak permintaan keluarga yang nekat ingin ikut ke Jakarta namun belum menyebar lamaran pekerjaan sebelum merantau. Hal ini dilakukan karena semua pekerja di Jakarta belum tentu sukses saat beradu nasib di kota metropolitan ini.
Ekspektasi vs Realita
Jika Edi, kerap kali diminta saudara untuk membawa seseorang bekerja di Ibu Kota. Beda halnya dengan Maria (30) yang merupakan bekerja disalah satu platform sosial media di Indonesia mengatakan, awalnya ia hanya ingin mengadu nasib di ibukota lantaran tempat tinggalnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) kurang banyak menghadirkan lowongan pekerjaan.
"Saya ke sini cuma pengen kerja aja sih sesuai jurusan karena kalo di kampung mau kerja apa? Orang-orang membanggakan dirinya harus menjadi pegawai negeri sipil (PNS)," katanya
Dengan membawa ekspektasi tersebut Maria merasa, keputusannya untuk merantau sejak 2018 sudah benar. Di Jakarta ia menemukan pekerjaan dengan gaji yang memadai dibandingkan daerah asal.
Fasilitas di Jakarta disebutnya juga lebih baik daripada kota asalnya NTT. Namun karena kota asalnya sangat jauh Maria mengatakan, hal itulah yang menjadi duka saat harus memutuskan merantau di ibukota.
Cerita lain datang dari Tika (33) perempuan asal Medan memilih merantau ke Jakarta karena merupakan lulusan ilmu komunikasi. Ini menjadikan lapangan pekerjaan untuk bidang ini paling berkembang dan banyak kesempatannya di Jakarta.
Ia menceritakan mulanya beranggapan bahwa pekerjaan sebelumnya yaitu jurnalis hanya sebatas menulis berita namun ternyata jenjang karir yang ia bidik bisa lebih luas, berbekal backgroundnya sebagai ilmu komunikasi.
"Saya sudah bekerja di Medan selama 2 tahun sebelum ke Jakarta tapi ternyata belum ada perkembangan dari sisi karier,"katanya.
Jenjang karier menjadi alasan utama mengapa Tika memilih mengadu nasib di Jakarta. Meski menurutnya Jakarta cukup berisik dan geraknya serba cepat sehingga ia sempat merasa kesulitan beradaptasi di awal-awal penjajakan karirnya di Jakarta.
Padahal ekspektasinya di awal adalah ia bisa belajar lebih banyak di Jakarta dan mengembangkan karir secara mulus, namun ternyata ekspektasinya harus runtuh melihat dinamika masyarakat ibukota yang cenderung individualis.
Bahkan kata Tika ia berani mematahkan stigma masyarakat bahwa bekerja di Jakarta akan sukses, padahal yang ia lihat semua individu di Jakarta juga berjuang untuk mencapai tujuan dan keinginannya masing-masing.
Yang sesuai ekspektasinya hanyalah jenjang karir di ibukota memang berkembang dengan segala dinamika yang ada, meskipun mengorbankan mental dan kekuatan individu masing-masing.
Mengutip laman BPS saat ini Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta di tahun 2024 diangka Rp5.067.381 atau mengalami kenaikan 3,38 persen atau Rp165.583 dari 2023 diangka Rp4.901.798