Ekspor Batu Bara yang Masif Sepanjang 2021 Jadi Penyebab PLN Alami Krisis
- Perusahaan setrum pelat merah PLN sedang mengalami krisis pasokan batu bara, ekspor batu bara yang Masif Sepanjang tahun 2021 disebut menjadi penyebab dari krisis yang terjadi
Nasional
JAKARTA – Perusahaan setrum pelat merah PT PLN (persero) saat ini sedang mengalami krisis pasokan batu bara pada sejumlah hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dimiliki. Kondisi tersebut menimbulkan krisis listrik yang berpotensi pada adanya aksi pemadaman secara meluas bagi sebanyak 10 juta pelanggan PLN.
Krisis ketersediaan batu bara yang di alami oleh PLN untuk memenuhi kebutuhan pasokan PLTU tersebut terjadi ditengah adanya tren kenaikan harga yang terjadi pada batu bara sepanjang tahun 2021.
Harga batu bara ICE Newcastle per 31 Desember 2021 tercatat sebesar US$151,75 per ton, atau terhitung lebih tinggi 116,79% dibandingkan dengan harga jual batu bara untuk kebutuhan listrik domestik atau DMO sebesar US$70 per ton.
- Jadi Pengekspor Nikel Terbesar Dunia, Indonesia Sudah Investasi Rp233,3 Triliun
- Tak Selamanya Utang itu Buruk, Simak Beberapa Manfaat Berutang
- Ternyata, Titik Nol Tol Trans Jawa Ada di Cawang
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) Anggawira turut membenarkan bahwa tingginya disparitas antara harga batu bara dunia dan DMO tersebut membuat para pelaku usaha lebih masif untuk manjajakan batu bara nya ke luar negeri ketimbang untuk pemenuhan kebutuhan pasokan domestik.
Hal tersebut menyebabkan rendahnya angka realisasi pasokan batu bara setiap bulan ke PLN dibawah dari kewajiban sesuai dengan DMO yang telah ditentukan sebesar 25% yang berakumulasi pada terbatas nya pasokan batu bara yang dimiliki oleh PLN saat ini.
Adapun, pengamat energi asal Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi menyebutkan bahwa ada dua alasan utama penyebab rendahnya realisasi DMO oleh para pengusaha
Ia menilai bahwa Peraturan Menteri (Permen) tentang DMO yang menyebutkan kewajiban pengusaha batubara menjual 25% dari total produksi kepada PLN per tahun tidak diikuti dengan aturan teknis mengenai penjadwalan di setiap bulan nya.
“Tidak adanya jadwal tersebut dimanfaatkan pengusaha batu bara untuk mengekspor semua produksi pada saat harga batu bara tinggi, tanpa menjual ke PLN” ujar Fahmy kepada Trenasia.com
sedangkan yang kedua, Fahmy menilai bahwa sanksi berupa denda yang diberikan saat ini sangat ringan sehingga mendorong pengusaha untuk tidak memenuhi kewajiban DMO nya kepada PLN.
- 14 Tol Milik Jasa Marga Dijadwalkan Beroperasi pada 2022, Berikut Rinciannya
- Dibuka Jokowi, Perdagangan Perdana Bursa 2022 Ditutup Menguat 1,3 Persen
- Kasus COVID-19 Melandai, BPS: Aktivitas Ekonomi Belum Pulih
Larangan ekspor yang saat ini diberlakukan juga menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi para pengusaha batu bara, terlebih keputusan tersebut diambil secara tiba-tiba meningingat urgensi kebutuhan batu bara yang terjadi pada PLN.
“Banyak sekali kerugian yang tercipta, apalagi adanya kontrak-kontrak yang harusnya sudah jalan, kapal-kapal yang seharusnya sudah jalan untuk mengekspor batu bara, nah itu kita sedang hitung potensi loss nya,” ujar Anggawira kepada Trenasia.com
Langkah yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan melakukan pelarangan ekspor batu bara untuk pemenuhan kebutuhan domestik memang diperlukan untuk menjamin agar pasokan listrik dalam negeri tetap aman dan terjaga.
Meski begitu, Aspebindo juga berharap agar pemerintah dapat menentukan kebijakan yang lebih komperhensif terkait hal itu.
“Hal ini memang harus dilakukan untuk menjaga stok kebutuhan batu bara dalam negeri, namun jika berlangsung dalam jangka waktu yang panjang maka ini akan merusak iklim bisnis yang ada, jadi harus bener-bener adanya pendekatan yang lebih komperhensif terkait dengan pengelolaan dan pengadaan energi di kita.” Tutup nya.