Ekspor Indonesia Menuju Tren Penurunan, Dampak Ancaman Resesi?
- Penurunan ekspor tersebut dikarenakan negara tujuan ekspor sedang mengalami penurunan daya beli.
Nasional
JAKARTA - Ekspor Indonesia pada November 2022 mencapai US$24,12 miliar. Besaran tersebut turun 2,46% dibandingkan ekspor Oktober 2022 yang sebesar US$24,73 miliar.
Akan tetapi, jika melihat year on year (yoy) ekspor Indonesia mengalami kenaikan 5,58% menjadi US$24,12 miliar dibandingkan dengan November 2021 sebesar US$22,85 miliar.
- KemenKopUKM Gandeng Sido Muncul Kembangkan Rantai Pasok Komoditas Bahan Baku Jamu
- Buktikan Kredibilitas Pengembang Terdepan, Vimala Hills Serah Terimakan Villa Tepat Waktu
- WhatsApp Kini Hadirkan Fitur Message Yourself, Bisa Digunakan untuk Simpan Catatan!
Bila kita melihat pergerakan ekspor sejak awal Semester II, tren penurunan terlihat. Walaupun sempat terjadi kenaikan dalam periode month to month, namun besaran penurunannya terlihat lebih besar.
Berikut data ekspor Juli hingga November 2022 secara mtm:
- Ekspor Juli 2022 US$25,57 miliar atau turun 2,2% dibandingkan bulan sebelumnya
- Ekspor Agustus 2022 US$27,91 miliar atau naik 9,17% dibandingkan bulan sebelumnya
- Ekspor September 2022 US$24,8 miliar atau turun 10,99% dibandingkan bulan sebelumnya
- Ekspor Oktober 2022 US$24,81 miliar atau naik 0,13% dibandingkan bulan sebelumnya
- Ekspor November 2022 US$24,12 miliar atau turun 2,46% dibandingkan bulan sebelumnya.
Bila melihat ekspor November 2022, penurunan terbesar terjadi pada sektor migas sebesar 11,85%. Di mana dari US$1,29 miliar di Oktober 2022 menjadi US$1,14 miliar di November 2022. Sedangkan nonmigas hanya turun 1,94% menjadi US$22,99 miliar.
Hal ini membuat prediksi akan mulai terdampaknya pengaruh resesi global. Apalagi, banyak negara yang sudah mulai menahan belanjanya.
Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, penurunan ekspor tersebut dikarenakan negara tujuan ekspor sedang mengalami penurunan daya beli yang membuat belanja negara mereka berkurang.
"Hal ini mengakibatkan kontraksi volume ekspor. Begitu juga kondisi impor juga sama, mengalami penurunan," ujarnya kepada TrenAsia.com.
Jika melihat penurunan ekspor nonmigas terbesar adalah ke negara India hingga US$501,4 juta. Di posisi kedua dan ketiga adalah Vietnam dan Spanyol masing-masing besaran penurunan yaitu US$138,1 juta dan US$128,9 juta.
Adapun pangsa ekspor nonmigas ke China hingga US$6,28 miliar. Di urutan kedua dan ketiga adalah Amerika Serikat dan Jepang dengan masing-masing besaran ekspor US$2,1 miliar dan US$1,9 miliar.
Menurut Ajib, kondisi ini masih akan berlanjut menjadi tren pada 2023. Apalagi, kondisi fluktuasi nilai tukar Rupiah menjadi faktor tambahan penurunan tersebut.
"Kondisi fluktuasi nilai tukar juga menjadi faktor volume transaksi ekspor impor ini," ujarnya.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Neraca perdagangan Indonesia per November 2022 kembali surplus mencapai US$5,16 miliar atau setara dengan Rp80,5 triliun (kurs Rp15.600 per dolar AS). Namun jika dibandingkan pada Oktober 2022 neraca perdagangan turun dari US$5,67 miliar atau Rp88,5 triliun.