Leopard-2-A7-KMW-001.jpg
Dunia

Ekspor Senjata Jerman Bangkit, Mulai Kikis Pasar Rusia

  • Ekspor senjata Jerman pada paruh pertama tahun 2023 menapai  4,46 miliar Euro atau sekitar Rp73 triliu

Dunia

Amirudin Zuhri

BERLIN-Perang Ukraina telah mendongkrak eskpor senjata Jerman. Berlin juga mulai menggerogoti pasar besar Rusia di India.

Ekspor senjata Jerman pada paruh pertama tahun 2023 menapai  4,46 miliar Euro atau sekitar Rp73 triliun (kurs Rp16.330). Ini  meningkat 12% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022.

Ukraina menjadi negara yang menerima senjata terbesar dari Jerman. Nilanya mencapai 4,42 miliar Euro atau sekitar Rp72 triliun. Ini menunjukkan perang di Ukraina dan titik balik berikutnya dalam kebijakan keamanan Jerman telah mengubah komitmen sebelumnya. Jerman sebelum Rusia menginvasi Ukraina memiliki kebijakan untuk menahan ekspor senjata ke zona perang aktif. 

Menurut Kiel Institute for the World Economy sebagaimana dikutip Euractiv baru-baru ini, reorientasi keamanan negara tampaknya memiliki kekuatan penuh. Dengan hampir semua ekspor senjata ditujukan ke Ukraina.

Setelah Ukraina Hongaria menjadi pembeli terbesar kedua dengan nilai  1,03 miliar Euro. Kemudian  Siprus 266,6 juta,  Amerika 265,8 juta, Inggris  227 juta, dan Prancis 226,8 juta Euro.

Selanjutnya ada Polandia dengan membeli  92,3 juta senjata.  Finlandia  83,7 juta dan Korea Selatan menerima  201,7 juta Euro. Pengiriman sekitar  108,4 juta euro atau sekitar Rp1,7 triliun  senjata juga diizinkan untuk  India. 

Angka-angka ini membawa izin ekspor senjata Jerman pada tahun 2023 ke lintasan untuk mengalahkan angka tahun lalu. Ini adalah yang tertinggi kedua dalam sejarah Jerman sejak Perang Dunia Kedua. Angka tersebut hanya dikalahkan oleh rekor jumlah  9,35 miliar Euro pada tahun 2021.

Bahkan setelah dimulainya perang Rusia melawan Ukraina, ekspor senjata di Jerman menjadi topik perdebatan hangat. Undang-undang ekspor senjata nasional seharusnya disahkan sekitar satu tahun yang lalu untuk menetapkan kriteria yang jelas. Tetapi sejauh ini belum ada kemajuan yang berarti.

Mengkikis pasar Rusia

Permintaan tinggi dari India cukup menarik mengingat selama ini India sangat tergantung pada senjata Rusia. Sejumlah laporan memang menyebutkan New Delhi mulai mengurangi ketergantungan pada Moskow.

Pada pertengahan Mei 2023 lalu  pembuat kapal India Mazagon Dock menandatangani nota kesepahaman dengan ThyssenKrupp Jerman. Kesepakatan akhir diperkirakan mencapai  4,8 miliar euro atau sekitar Rp78 triliun  kemungkinan akan siap pada akhir 2023. Kapal selam non-nuklir akan dibangun di bawah prakarsa "Make in India". Beberapa ahli memperkirakan proyek itu untuk membangun enam kapal selam dengan konten lokal yang signifikan.

Menteri pertahanan Jerman Boris Pistorius  saat penandatanganan nota kespahaman itu mengatakan perang Rusia di Ukraina memiliki dampak dramatis terhadap kebijakan pertahanan Jerman. Dia juga  mendesak Delhi untuk merangkul Berlin sebagai sekutu strategis seperti Australia dan Jepang. Serta  meningkatkan perdagangan militer. Boris menjadi menteri pertahanna jerman  yang mengunjungi India dalam delapan tahun terakhir.

India pernah menandatangani kontrak empat kapal selam dengan HDW pada tahun 1981. Tetapi tuduhan suap membuat kesepakatan itu terperosok. Delhi akhirnya mengerem kesepakatan militer besar dengan Jerman. Sementara perdagangan senjatanya dengan Rusia tumbuh setelah pecahnya Uni Soviet satu dekade kemudian.

Tetapi pada bulan Maret 2023 Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) mengatakan  India hanya menyerap 45 persen penjualan senjata dari  Rusia. Turun dari dari 62 persen pada 2017.

Selain Inggris,  Prancis juga menggerogoti penjualan senjata Rusia ke negara tersebut. Baru -baru ini Prancis menjual 36 jet Rafale senilai 8 miliar euro atau sekitar Rp130 triliun ke India. Ini menjadikan Paris sebagai pemasok perangkat keras militer terbesar kedua dengan menyumbang 29 persen dari impor senjata India.

SIPRI menilai invasi Rusia ke Ukraina mungkin akan memberikan kendala tambahan pada kemampuan Rusia untuk mengekspor senjata. Ini karena kemungkinan akan memprioritaskan produksi senjata untuk militernya sendiri daripada untuk ekspor.

Sanksi internasional terhadap Rusia yang menghambat pembayaran India dalam rupee, serta fluktuasi mata uang Asia Selatan terhadap dolar Amerika, juga menyebabkan gangguan pasokan.