Emiten Asuransi Anthoni Salim Jadi Target Akuisisi untuk Penuhi Modal Minimum
- Dari estimasi Algo Research, sekitar 33% dari total perusahaan asuransi di Indonesia (tidak termasuk unit usaha syariah - UUS) memiliki modal di bawah Rp250 miliar.
IKNB
JAKARTA - Menurut riset Algo Research, emiten asuransi milik Anthony Salim berpotensi untuk menjadi target akuisisi karena belum memenuhi persyaratan modal minimum sebesar Rp250 miliar yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dari estimasi Algo Research, sekitar 33% dari total perusahaan asuransi di Indonesia (tidak termasuk unit usaha syariah - UUS) memiliki modal di bawah Rp250 miliar.
Dengan demikian, perusahaan-perusahaan ini kemungkinan besar tidak akan mampu memenuhi persyaratan modal baru yang harus dipenuhi pada tahun 2026. Akibatnya, mereka diperkirakan akan melakukan merger dan akuisisi (M&A).
- UMKM Kini Bisa Pinjam dari Fintech Modalku untuk Belanja di LOTTE Grosir
- Anggaran Infrastruktur Prabowo VS Jokowi saat Awal Menjabat
- Saham APLN Melesat Setelah Umumkan Bakal Ekspansi ke Kawasan IKN
Target M&A dan Aksi Korporasi yang Potensial
Untuk mengantisipasi konsolidasi dan regulasi baru dari OJK, beberapa perusahaan asuransi terkemuka telah memulai aksi korporasi yang signifikan.
Baru-baru ini, IFG Life membeli saham mayoritas Mandiri Inhealth dengan total kepemilikan sebesar 80%, sementara 20% sisanya dimiliki oleh Bank Mandiri. Sebelum akuisisi ini, Mandiri Inhealth dimiliki oleh Bank Mandiri (80%), Kimia Farma (10%), dan IFG (10%).
Akuisisi ini cukup substansial karena menurut Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Mandiri Inhealth memiliki pangsa pasar sebesar 35% di segmen asuransi kesehatan kelompok per 1Q24 dengan sekitar 1,8 juta nasabah.
Selain itu, beberapa perusahaan asuransi lainnya sedang merencanakan spin-off unit usaha syariah (UUS) mereka. Misalnya, TUGU berencana melakukan spin-off syariah tahun ini karena unit usaha tersebut mengalami percepatan pertumbuhan premi yang signifikan. Begitu pula, BNI Life diperkirakan akan melakukan spin-off pada tahun 2024 atau 2025.
- Baca Juga: 33 Persen Perusahaan Asuransi Belum Bisa Penuhi Modal Minimum, M&A akan Jadi Tren di Industri
Saham-saham Potensial untuk Aksi Korporasi
Di antara perusahaan asuransi yang terdaftar di bursa, terdapat beberapa saham yang layak dipantau sebagai potensi akuisisi menurut riset dari Algo Research:
PT Asuransi Harta Aman Pratama Tbk (AHAP)
AHAP adalah salah satu perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Anthoni Salim melalui kepemilikan di ACA Insurance.
AHAP memiliki tingkat ekuitas sebesar Rp216 miliar per 2Q24, jauh di bawah persyaratan modal minimum sebesar Rp250 miliar untuk asuransi konvensional.
Meskipun AHAP baru-baru ini mulai mencatatkan keuntungan, pertumbuhan organik tampaknya tidak akan cukup untuk meningkatkan ekuitasnya hingga Rp250 miliar pada tahun 2026.
Oleh karena itu, kemungkinan besar perusahaan ini akan melakukan M&A atau aksi korporasi lainnya seperti rights issue atau private placement dalam waktu dekat.
- Moncer di Paruh Pertama, Saham dan Laba ELSA Direvisi Naik
- Link Live Streaming Real Madrid Vs Atalanta di Piala Super Eropa 2024
- 7 Pernyataan Kontroversial Kepala BPIP Yudian Wahyudi
PT Asuransi Jiwa Syariah Jasa Mitra Abadi Tbk (JMAS)
JMAS adalah satu-satunya perusahaan asuransi syariah yang terdaftar di bursa dan mayoritas sahamnya dimiliki oleh Kospin Jasa.
Mengingat bisnis syariah tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan industri asuransi secara keseluruhan, JMAS bisa menjadi target akuisisi yang menarik.
Terutama, jika ada perusahaan regional yang ingin masuk ke pasar Indonesia, mereka mungkin akan mempertimbangkan untuk membeli pemain kecil seperti JMAS daripada mendirikan entitas baru dengan persyaratan modal yang jauh lebih tinggi.
PT Panin Financial Tbk (PNLF)
PNLF adalah perusahaan yang berpotensi diuntungkan dari konsolidasi industri atau mungkin menjadi target akuisisi itu sendiri, meskipun calon pembeli harus siap membayar premium mengingat ukuran perusahaan ini.
Saham PNLF diperdagangkan pada 0,4x PBV, dan berpotensi mengalami re-rating jika memang ada aksi korporasi yang terjadi.