<p>Proyek LRT Jabodetabek Lintas Cawang-Dukuh Atas / Dok. PT Adhi Karya (Persero) Tbk.</p>
Industri

Emiten BUMN Karya Kompak Tiarap, Pengamat: Tak Perlu Khawatir

  • Dari keempat perusahaan tersebut, ADHI, PTPP, dan WIKA mengalami pemerosotan laba yang besar. Sementara itu, WSKT harus menelan pil pahit akibat kerugian yang diderita sepanjang 2020.

Industri

Reza Pahlevi

JAKARTA – Kinerja keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) kompak menunjukkan catatan buruk.

Empat BUMN Karya yang dimaksud antara lain PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).

Dari keempat perusahaan tersebut, ADHI, PTPP, dan WIKA mengalami pemerosotan laba yang besar. Sementara itu, WSKT harus menelan pil pahit akibat kerugian yang diderita sepanjang 2020.

Laba bersih ADHI merosot tajam 96,54% menjadi Rp23,7 miliar. Catatan ini sangat buruk jika dibandingkan tahun lalu yang laba bersihnya mencapai Rp663,81 miliar. Pendapatan ADHI pun ikut turun sebesar 29,27% menjadi Rp10,82 triliun di 2020 dari sebelumnya Rp15,3 triliun.

Selanjutnya, PTPP hanya dapat membukukan laba bersih Rp128,72 miliar di 2020. Angka ini anjlok 84,37% dibandingkan tahun sebelumnya yang senilai Rp819,46 miliar. Pendapatan juga melorot 32,84% menjadi Rp15,83 triliun dari sebelumnya Rp23,57 triliun.

WIKA juga mencatat penurunan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk senilai Rp185,7 miliar pada tahun pandemi 2020. Itu berarti laba bersih WIKA terjungkal 91,87% setara Rp2 triliun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,28 triliun.

Terakhir, WSKT jadi yang paling apes karena harus menelan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp7,3 triliun pada 2020. Padahal, WSKT masih mencatat laba Rp938,14 miliar pada 2019.

Meski mencatat kinerja negatif, Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan kondisi ini bukanlah sesuatu yang mengkhawatirkan bagi BUMN karya.

“Saya tidak khawatir dengan BUMN Karya. Persoalan mereka lebih ke persoalah cashflow di mana-mana proyek-proyek mereka belum berputar saja (keuntungannya),” ujar Piter.

Dirinya menjelaskan kondisi ini disebabkan oleh kondisi pandemi COVID-19 yang menyebabkan penerimaan kas BUMN Karya menjadi terbatas. Penerimaan kas terbatas itu diperparah juga dengan beban modal BUMN Karya yang sangat besar.

“Proyek yang dikerjakan BUMN Karya ini kan rata-rata proyek jangka panjang yang baru bisa menghasilkan kas masuk di masa depan. Sementara di jangka pendek mereka harus membayar beban modal yang begitu besar,” tambahnya.

Piter menyarankan BUMN Karya untuk segera melempar proyek-proyek yang sudah selesai ke investor sehingga mendapat kas baru. Kas baru ini pun dapat dipakai untuk mengerjakan proyek-proyek lainnya.

Maka, hadirnya Lembaga Pengelola Investasi (LPI) pun menjadi penting bagi perbaikan kinerja BUMN Karya. Dengan adanya LPI, proyek strategis nasional (PSN) oleh BUMN Karya bisa dijual sehingga menghasilkan dana segar baru. Dana segar ini, menurutnya, dapat membuat aliran kas BUMN Karya sehat kembali.

“Selama ini investor di global banyak kok yang tertarik (dengan PSN), tetapi mereka tidak punya kendaraan untuk masuk. Dengan adanya LPI, kendala-kendala masuknya investasi asing itu bisa teratasi,” tutupnya.(RCS)