Empat Langkah Strategis Ini Harus Didorong untuk Kembangkan Industri Halal
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan pengembangan industri halal membutuhkan langkah strategis agar berkontribusi lebih optimal terhadap pertumbuhan ekonomi. “Langkah strategis yang dimaksud, yakni membentuk suatu brand halal yang kuat, membangun jejaring kerja sama, memperkuat pembiayaan syariah, serta mendorong digitalisasi,” ungkap Deputi Gubernur BI Sugeng dalam acara virtual peluncuran ISEF Integrated Virtual Platform 2020 pada akhir pekan […]
Industri
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan pengembangan industri halal membutuhkan langkah strategis agar berkontribusi lebih optimal terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Langkah strategis yang dimaksud, yakni membentuk suatu brand halal yang kuat, membangun jejaring kerja sama, memperkuat pembiayaan syariah, serta mendorong digitalisasi,” ungkap Deputi Gubernur BI Sugeng dalam acara virtual peluncuran ISEF Integrated Virtual Platform 2020 pada akhir pekan lalu.
Menurutnya, dengan membentuk suatu brand halal, pemahaman masyarakat terhadap produk halal menjadi semakin meningkat.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
“Sebagai contoh, masyarakat akan berpikir kalau makanan halal itu adalah makanan sehat,” kata Sugeng.
Kemudian, membangun jejaring kerja sama dari berbagai unit usaha, dapat dilakukan melalui pengembangan unit bisnis pondok pesantren. Dalam hal ini, unit bisnis berada di lingkup Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren (HEBITREN).
Sugeng menjelaskan, pada tahun ini, sudah ada ratusan unit bisnis atau usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di pesantren, yang akan diintegrasikan melalui HEBITREN.
“Integrasi ini diharapkan dapat meningkatkan skala ekonomi pesantren, meningkatkan efisiensi dan posisi tawar (bargaining position), serta mendorong transaksi jual beli antara unit usaha di pesantren,” ungkapnya.
Tak ketinggalan, lanjutnya, pembiayaan syariah harus diperkuat melalui integrasi pembiayaan sosial syariah dengan pembiayaan komersial syariah.
Terakhir, mendorong digitalisasi melalui pembentukan platform IKRA (Industri Kreatif Syariah Indonesia) yang sejak 2018 menampilkan produk halal.
Menurut Sugeng, pelaksanaannya dapat dilakukan melalui lembaga keuangan mikro syariah (Baitul Mal Wattamwil) dan perusahaan teknologi finansial syariah dengan menggunakan aplikasi ponsel pintar.
Ia menambahkan, hingga Juli 2020 sudah ada lebih dari 50 perusahaan teknologi finansial yang menyalurkan pembiayaan syariah sebesar Rp4 triliun.
Dalam kesempatan tersebut, peluncuran ISEF sendiri merupakan bagian dari pengintegrasian forum, seminar, workshop, technical meeting, talkshow, business coaching, business matching, international showcase dan outlet pameran bagi pelaku usaha syariah, industri keuangan syariah, dan institusi keuangan sosial syariah (ZISWAF).
Platform ini, kata Sugeng, merupakan salah satu upaya membuka kesempatan untuk masyarakat dalam menjaring mitra strategis atau pembeli dan importie global, juga pelaku usaha domestik untuk berkolaborasi.
“ISEF dapat memperluas akses pasar melalui kerjasama dengan e-commerce di Indonesia,” tambahnya.