<p>Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) / Dok. Kementerian ESDM</p>
Nasional

Energy Watch: Multiple Effect dalam Pensiun Dini PLTU Masih Harus Dipikirkan

  • Program pemensiundinikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara menjadi prioritas pemerintah untuk renewable energi dan mendukung net zero emisi 2060. Bahkan PLN berkolaborasi dengan Kementerian ESDM untuk menetapkan empat kriteria prioritas PLTU yang akan dipensiunkan dini.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA - Program pemensiundinikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara menjadi prioritas pemerintah untuk renewable energi dan mendukung net zero emisi 2060. Bahkan PLN berkolaborasi dengan Kementerian ESDM untuk menetapkan empat kriteria prioritas PLTU yang akan dipensiunkan dini.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, langkah ini memang tepat mengingat banyak PLTU yang sudah tua dan tidak terlalu produktif. Namun multiple efek yang dihasilkan setelah pemensiunan dini PLTU ini harus lebih digodok pemerintah secara matang.

"Pensiun dini PLTU oke, namun masyarakat sekitar dan pekerja di lingkungan PLTU harus diberikan pemahaman serta dipindahkan agar tidak terjadi banyak kehilangan mata pencarian," kata Mamit kepada TrenAsia beberapa waktu lalu.

Mamit menyoroti aspek ESG (environment, social, and good governance) terlebih di sisi sosial juga perlu diperhatikan pemerintah. Tak hanya memperbaiki lingkungan dengan mengganti energi batu bara ke energi terbarukan saja.

Ia memberi contoh, jika aspek lingkungan dapat diperbaiki dengan penghijauan dan pensiun dini PLTU apakah faktor sosial harus dikorbankan? Mamit meminta pemerintah mengantisipasi risiko PHK dengan memindahkan para pekerja ke pembangkit yang menggunakan energi baru terbarukan.

Namun masalah lainnya muncul, pemerintah harus lebih keras melakukan pelatihan kembali terkait mekanisme hingga skema kerja untuk para karyawan tersebut agar multiple efect yang diterima sama, tidak merugikan aspek sosial maupun lingkungan tersebut.

Sebelumnya pemerintah juga menggaungkan penerapan pasar karbon yang tak kunjung menemui titik terang.  Pemerintah masih memperhitungkan serangkaian hal untuk mempersiapkan pasar karbon di Indonesia. Pensiun dini PLTU batu bara menjadi opsi untuk menggenjot penurunan emisi ini.

Namun sayangnya masih terkendala pembiayaan yang cukup besar untuk memulai hal ini. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana memastikan pemerintah sudah menyiapkan regulasi, sehingga pasar karbon bisa segera diimplementasikan.

Berbeda dengan Kementerian ESDM, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto justru pede perdagangan karbon dan pajak karbon akan diterapkan pada 2025.

Airlangga mengungkapkan skema ini merupakan wujud komitmen pemerintah untuk mencapai target net zero emission (NZE) di 2060. Bahkan yang terbaru terkait perdagangan karbon di internal Pertamina merupakan bagian dari upaya dekarbonisasi Pertamina Grup sekaligus bagian dari roadmap net zero emission (NZE).

Dalam inisiatif ini PHE dan KPI sebagai perusahaan yang menghasilkan karbon akan membeli kredit karbon dari Pertamina NRE sebagai kompensasinya. PT KPI juga menerapkan prinsip-prinsip operation excellent mencakup efisiensi energi dan efisiensi proses produksi lainnya guna mendukung dekarbonisasi.