<p>Tampak logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Senin, 6 Juli 2020. Logo baru yang diluncurkan pada Rabu, 1 Juli 2020 menjadi simbolisasi dari visi dan misi kementerian maupun seluruh BUMN dalam menatap era kekinian yang penuh tantangan sekaligus kesempatan. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Erick dan Sri Mulyani Bentuk BUMN LPI, Danai Proyek Infrastruktur

  • Pembuatan lembaga baru ini didasarkan oleh kebutuhan negara atas pendanaan infrastruktur.

Nasional

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Pemerintah berencana membentuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Rencananya lembaga ini akan diawasi langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

Sovereign Wealth Fund (SWF), nama lain lembaga tersebut merupakan salah satu terobosan pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.

Anggota Perumus LPI sekaligus Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Robertus Bilatea menyatakan lembaga tersebut akan mengelola investasi berskema dana abadi.

“LPI sehari-harinya akan dijalankan oleh dewan direksi tetapi dikontrol secara ketat oleh badan pengawas. Badan pengawas itu langsung Menteri Keuangan dan Menteri BUMN, dia langsung masuk ke dalam karena jumlah aset yang dikelola besar,” ujarnya saat membahas DIM RUU Cipta Kerja bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR di Kompleks Parlemen beberapa waktu lalu.

Selain mengawasi, Robert bilang dewan pengawas juga memiliki tugas membentuk dewan komisioner dan beberapa komite guna mendukung pengawasan LPI. Pertama komite audit yang akan memantau kinerja LPI serta komite remunerasi yang berfungsi memastikan tata kelola lembaga yang baik dijalankan oleh jajaran direksi.

“Ada juga komite lain yang relevan untuk memastikan pengelolaan aset LPI baik yang dilakukan LPI sendiri maupun yang dikerjasamakan dilakukan dengan standar kehati-hatian yang terukur,” jelasnya.

Tujuan Pembuatan LPI

Adapun pembuatan lembaga baru ini didasarkan oleh kebutuhan negara atas pendanaan infrastruktur. Pasalnya, lanjut Robert, saat ini pemerintah mengalami kesulitan untuk mendanai infrastruktur dalam negeri. Di sisi lain, negara juga tidak memiliki banyak pilihan instrumen pendanaan infrastruktur.

“Kalau kita perhatikan dari sisi perbankan kita tidak punya bank pembangunan, yang ada kita mempunyai komersial bank yang mengumpulkan dana masyatakat kemudian menempatkannya di investasi jangka pendek,” ungkapnya.

Selain itu, menurut dia pasar modal Indonesia belum mencukupi kebutuhan dana pembangunan yang semakin meningkat. Meskipun telah ada instrumen baru seperti reksa dana, ia mengganggap belum mencukupi kebutuhan.

Sementara, kata Robert jika pemerintah mengandalkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) serta BUMN maka keuangan negara dipastikan tergerus. Seperti diketahui bahwa APBN memiliki prioritas pendanaan lain, lalu BUMN juga memiliki modal yang terbatas.

“Pengelolaan infrastruktur atau proyek besar yang menggunakan APBN kelihatannya tidak dapat kita ekspektasi jauh lebih signifikan,” pungkasnya. (SKO)