Erick Klaim Whoosh Hemat BBM Rp3,2 T, Namun Utangnya Bikin BUMN Tekor
- Dalam unggahan di Instagram pribadinya, Erick Thohir mengklaim proyek ini menghemat penggunaan BBM, mencapai Rp3,2 triliun per tahun.
Transportasi dan Logistik
JAKARTA - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) diklaim membawa banyak manfaat signifikan bagi Indonesia. Jika sebelumnya perjalanan Jakarta-Bandung memakan waktu lebih dari 3 jam, kini dengan KCJB, perjalanan hanya memerlukan 40 menit.
Penghematan waktu ini diklaim Menteri BUMN, Erick Tohir memberikan dampak positif bagi mobilitas masyarakat dan efisiensi penggunaan bahan bakar. Dalam unggahan di Instagram pribadinya, Erick mengklaim proyek ini menghemat penggunaan BBM, mencapai Rp3,2 triliun per tahun.
Menurut Erick penghematan ini berdampak langsung pada pengurangan biaya operasional dan peningkatan efisiensi ekonomi nasional. "Tidak hanya memangkas waktu tempuh, tapi juga penggunaan energi yang lebih efisien.
Dengan menggunakan energi listrik, Kereta Cepat Jakarta-Bandung bisa melakukan penghematan bahan bakar sebesar Rp3,2 triliun per tahun," terang Erick, dikutip Senin, 22 Juli 2024.
Menurut Erick, KCJB juga mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Dengan akses transportasi yang cepat dan nyaman, KCJB diklaim meningkatkan angka wisatawan yang berkunjung ke Bandung dan sekitarnya.
- APHRF 2024 Dukung Hak Perokok Dewasa Gunakan Produk Rendah Risiko
- Segmen SKT Dinilai Yang Harus Dilindungi
- Saham MDKA Masih Beringas di Tengah Penurunan Harga Emas
Hal ini berdampak positif pada sektor pariwisata dan perekonomian lokal, menciptakan peluang usaha dan lapangan kerja baru.
Erick menuturkan, dampak ekonomi proyek KCJB terlihat dari peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jakarta dan Jawa Barat. Pada periode 2019-2023, proyek ini diklaim berkontribusi sebesar Rp86,5 triliun terhadap PDRB kedua wilayah.
"Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah berkontribusi sebesar Rp86,5 triliun untuk produk domestik regional bruto (PDRB) Jakarta dan Jawa Barat pada 2019-2023," terang Erick. Diketahui, sejak awal dioperasionalkan hingga Juli 2024, KCJB berhasil menarik 4 juta penumpang.
Utang Bengkak Benarkah Klaim Erick Tohir?
Awalnya, pembangunan Kereta Cepat Whoosh diperkirakan menelan dana sebesar US$6,07 miliar atau sekitar Rp98,57 triliun (kurs Rp16.200). Dana ini akan ditutup melalui ekuitas KCIC sebesar US$1,52 miliar atau sekitar Rp24,68 triliun dan pinjaman dari China Development Bank CDB sebesar US$4,55 miliar atau sekitar Rp73,89 triliun.
Pinjaman CDB memiliki tenor 40 tahun dengan suku bunga 2% per tahun. Namun, biaya proyek membengkak sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp19,48 triliun, sehingga total biaya meningkat menjadi US$7,28 miliar atau sekitar Rp118,22 triliun.
Kenaikan biaya ini menambah beban keuangan pada konsorsium dan memperparah kondisi finansial perusahaan yang terlibat.
- APHRF 2024 Dukung Hak Perokok Dewasa Gunakan Produk Rendah Risiko
- Segmen SKT Dinilai Yang Harus Dilindungi
- Saham MDKA Masih Beringas di Tengah Penurunan Harga Emas
Sumber Utang BUMN
Proyek kereta cepat Whoosh diduga menjadi sumber permasalahan keuangan bagi beberapa perusahaan BUMN yang terlibat. Diketahui 75% pendanaan proyek ini berasal dari China Development Bank (CDB) dan 25% dari konsorsium BUMN di bawah PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), yang memegang 60% saham proyek.
Konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia mencakup lima BUMN, PT Wijaya Karya (WIKA), PT Jasa Marga (JSM), PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), dan PT Bank Mandiri (BMRI).
Diketahui WIKA mencatat kerugian besar hingga Rp7,12 triliun pada 2023, terutama karena investasi dalam proyek kereta cepat senilai Rp6,1 triliun melalui PSBI. Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito, menyatakan perusahaan menanggung beban utang hampir Rp12 triliun.
KAI juga menghadapi tekanan finansial, utang KAI membengkak dari Rp50,46 triliun pada kuartal keempat 2023 menjadi Rp56,56 triliun Apalagi pada kuartal pertama 2024 KAI menambah beban utang melalui suntikan dana dari CDB sebesar Rp6,98 triliun untuk menutup biaya operasional yang tekor.
EVP Corporate Secretary KAI, Raden Agus Dwinanto, menyampaikan perusahaan kesulitan melunasi utang tanpa dukungan pemerintah. "Bagaimana cara lunasinya? Kita meminta dukungan, karena namanya infrastruktur dibebankan ke operator berat sekali ya," ungkap Raden Awal Juli 2024 yang lalu.