Pabrik GWM Saat Pengumuman Dimulainya Kegiatan Produksi Mobil listrik dan Hybrid, di Iracemapolis, Brasil (Reuters/Carla Carniel)
Dunia

Eropa Kenakan Pajak Tinggi EV China: Langkah Proteksi atau Bumerang?

  • BMW yang memiliki pangsa pasar besar di China dan memiliki pabrik mobil listrik BMW Brilliance Automotive Ltd.,di Lydia, Shenyang, China, menyebut tarif baru ini sebagai "sinyal fatal" bagi masa depan industri mobil Eropa

Dunia

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Keputusan Uni  Eropa untuk menaikkan tarif impor kendaraan listrik (EV) dari China menjadi 45% selama lima tahun ke depan memicu reaksi beragam dari berbagai pihak di dalam dan luar Eropa. Kebijakan ini diambil sebagai langkah untuk melindungi industri otomotif Eropa dari penjualan kendaraan listrik murah buatan China yang mulai membanjiri pasar.

Keputusan ini dihasilkan melalui pemungutan suara yang diselenggarakan negara anggota Uni Eropa. Sepuluh negara, termasuk Prancis, Italia, dan Polandia, mendukung tarif baru ini, sementara lima negara seperti Jerman dan Hungaria menentangnya. Sebanyak 12 negara lainnya memilih abstain. 

Peningkatan tarif pajak dari yang tadinya 10% menjadi 45% diharapkan akan mengurangi dampak kompetisi dari kendaraan listrik murah asal China yang dianggap bisa menghancurkan pasar kendaraan lokal di Eropa.

Sebelumnya penyelidikan yang dilakukan Uni Eropa menunjukkan bahwa produsen mobil China menerima subsidi besar dari pemerintah China. Subsidi ini dinilai memberikan keuntungan yang tidak adil bagi produsen lokal Eropa yang berjuang untuk tetap kompetitif di pasar kendaraan listrik yang berkembang pesat.

Kebijakan ini akan berdampak besar pada merek-merek kendaraan listrik China yang mulai mendominasi pasar global. Tiga merek utama yang terkena dampak adalah SAIC, BYD, dan Geely. Perusahaan-perusahaan ini telah menjadi pemain besar dalam revolusi kendaraan listrik global dengan menawarkan produk berkualitas tinggi namun berharga lebih terjangkau dibandingkan dengan kendaraan yang diproduksi di Eropa.

Protes dari Jerman dan Produsen Otomotif Besar

Kendati banyak negara mendukung kebijakan ini, keputusan Komisi Eropa justru mendapat kritikan tajam dari sejumlah produsen mobil besar, terutama dari Jerman. Dua raksasa otomotif Jerman, BMW dan Volkswagen (VW), secara terang-terangan menentang keputusan ini. 

BMW yang memiliki pangsa pasar besar di China dan memiliki pabrik mobil listrik BMW Brilliance Automotive Ltd.,di Lydia, Shenyang, China, menyebut tarif baru ini sebagai "sinyal fatal" bagi masa depan industri mobil Eropa yang sedang berusaha mempercepat transisi ke kendaraan listrik. 

VW bahkan menyebut kebijakan ini sebagai "pendekatan yang salah," khawatir bahwa peningkatan tarif justru akan merugikan pertumbuhan industri mobil listrik Eropa yang sangat membutuhkan teknologi dan inovasi baru.

Respons Keras dari China

Tidak mengherankan, respons keras juga datang dari pemerintah China. Kementerian Perdagangan  China mengecam kebijakan tarif tersebut sebagai sesuatu yang "tidak adil" dan "tidak masuk akal."  China bahkan mengisyaratkan kemungkinan pembalasan terhadap industri Eropa yang mengekspor produk ke pasar  China. 

Bila pemerintah China pada akhirnya memberlakukan tarif pajak tinggi produk-produk Eropa, Hal ini dapat menambah ketegangan dalam hubungan perdagangan antara kedua kawasan tersebut. Langkah balasan dari China berpotensi mempengaruhi banyak sektor ekspor dari Eropa, bukan hanya industri otomotif. 

Meski terjadi ketegangan, Uni Eropa tetap membuka ruang untuk berdialog. Pihaknya menyatakan bahwa Uni Eropa dan China akan berusaha mencari solusi alternatif untuk masalah ini di masa mendatang. 

Kebijakan tarif tinggi ini menimbulkan perdebatan besar di Eropa. Bagi para pendukung, kebijakan ini adalah langkah penting untuk melindungi industri mobil lokal dari persaingan yang tidak adil dan menjaga lapangan kerja di Eropa. Namun, bagi para penentang, terutama dari Jerman, tarif ini justru menjadi penghalang bagi inovasi dan transformasi industri kendaraan listrik.

Tarif impor tinggi pada kendaraan listrik dari China mencerminkan pergeseran dinamika global dalam industri otomotif, terutama terkait transisi ke energi bersih. Bagi Eropa, keputusan ini mungkin merupakan salah satu tantangan terbesar dalam menjaga keseimbangan antara proteksi industri lokal dan kolaborasi global yang diperlukan untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau.