Malaysia merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia (Wahyudi/AFP via Getty Images)
Nasional

Eropa Sanksi Sawit Indonesia, Prabowo: Terima Kasih Kita Enggak Jual ke Anda

  • Menanggapi tuduhan deforestasi yang dilayangkan oleh Uni Eropa, Presiden Prabowo membantah klaim tersebut. Ia menilai tuduhan tersebut tidak berdasarkan data yang akurat. Uni Eropa sebelumnya telah mengeluarkan kebijakan yang menolak produk kelapa sawit Indonesia dengan alasan deforestasi.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto menegaskan kelapa sawit khususnya yang produksi Indonesia sebagai komoditas strategis yang dibutuhkan oleh dunia. Pernyataan ini disampaikan di tengah kekhawatiran adanya sanksi dari pemerintahan Prabowo terhadap sejumlah negara yang bergantung pada suplai kelapa sawit dan produk turunannya dari Indonesia.

Dalam arahannya kepada para kepala daerah, Presiden meminta gubernur, bupati, dan wali kota, bersama aparat penegak hukum, untuk menjaga perkebunan kelapa sawit. Menurut Presiden, kelapa sawit merupakan aset penting negara yang harus dijaga demi keberlanjutan ekonomi nasional.

Prabowo juga menegaskan kelapa sawit sebagai salah satu sumber daya yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia.

"Saya sampai ngeri sendiri, (mereka) terlalu berharap di sana. Terutama mereka sangat membutuhkan kelapa sawit kita. Ternyata kelapa sawit jadi bahan strategis rupanya. Banyak negara takut tidak dapat kelapa sawit," ungkap Prabowo kala memberikan pengarahan pada Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Kementerian PPN/Bappenas Jakarta, dikutip Selasa, 31 Desember 2024.

Tuduhan Deforestasi oleh Uni Eropa

Menanggapi tuduhan deforestasi yang dilayangkan oleh Uni Eropa, Presiden Prabowo membantah klaim tersebut. Ia menilai tuduhan tersebut tidak berdasarkan data yang akurat. Uni Eropa sebelumnya telah mengeluarkan kebijakan yang menolak produk kelapa sawit Indonesia dengan alasan deforestasi.

Diketahui kebijakan EUDR (EU Deforestation Regulation) diterapkan Eropa untuk mengurangi deforestasi yang terkait dengan komoditas seperti minyak kelapa sawit, ternak, kakao, kopi, karet, kedelai, dan kayu. EUDR mengharuskan perusahaan untuk mengevaluasi rantai pasok mereka dan memastikan produk yang diimpor tidak berhubungan dengan deforestasi. 

Kebijakan ini menggolongkan komoditas menjadi tiga kategori berdasarkan risiko deforestasi, yakni low risk, standard risk, dan high risk. Meskipun EUDR dijadwalkan akan diberlakukan pada 2025, implementasinya kemungkinan akan diundur hingga 2026. 

Namun, kebijakan ini menimbulkan berbagai polemik, seperti perbedaan definisi tentang deforestasi, ketidakpastian dalam penetapan dan penerapan kebijakan, serta dampaknya pada pasar dan perdagangan komoditas terkait.

“Mereka bingung waktu mereka mau ngomong-ngomong membatasi, kita tidak boleh (ekspor). Eropa kan mau membatasi, bingung sendiri. Oh terima kasih kita enggak jual ke Anda. Terima kasih, saya bilang," tambah Prabowo.

Presiden Prabowo juga menyatakan bahwa Indonesia tidak khawatir jika Uni Eropa menolak ekspor kelapa sawit. Menurutnya, beberapa industri penting seperti cokelat dan kosmetik tetap membutuhkan produk turunan kelapa sawit, sehingga petani kelapa sawit Indonesia tidak perlu cemas terhadap dampak kebijakan tersebut.

Prabowo optimistis bahwa kelapa sawit Indonesia akan terus menjadi andalan ekonomi nasional dan dunia. Dengan pengelolaan yang berkelanjutan dan sinergi antara pemerintah, masyarakat, serta pelaku industri, Indonesia diharapkan dapat mempertahankan posisi sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia.