ESG di Tengah Ancaman Inflasi: Mendorong Urgensi Atas Energi Berkelanjutan
- Fluktuasi dan tingginya harga komoditas-komoditas energi yang menyebabkan inflasi dan berentet kepada kondisi resesi justru semakin memperkuat urgensi akan ekosistem energi yang berkelanjutan.
Korporasi
JAKARTA - Urgensi atas energi yang berkelanjutan dan bersandar pada prinsip lingkungan (environmental), sosial (social), dan tata kelola (governance) atau ESG semakin menguat di tengah ancaman inflasi yang membayang-bayangi seluruh dunia saat ini.
Hal itu disampaikan oleh Fund Manager dan Sustainability Specialist Schroders plc Scott MacLennan dalam salah satu video yang diunggah oleh PT Schroder Investment Management Indonesia melalui situs resminya.
MacLennan mengatakan, konflik geopolitik di Eropa telah mendorong lonjakan harga energi global sehingga pada gilirannya berdampak kepada inflasi yang terus merangkak naik, baik di negara maju maupun berkembang.
- 10 Lagunya Berhasil di Peringkat Atas, Taylor Swift Cetak Sejarah Pecahkan Rekor Billboard
- Setelah Rugi Tahun Lalu, Bukalapak Berbalik Untung Rp3,6 Triliun pada 9 Bulan Pertama 2022
- Beban Operasional Turun Drastis, Bank Raya Catat Laba Bersih Rp32,47 Miliar pada Kuartal III-2022
Lonjakan itu pun mendorong kinerja keuangan yang positif bagi perusahaan-perusahaan pengelola energi seperti minyak dan gas.
Walau demikian, fluktuasi dan tingginya harga komoditas-komoditas energi yang menyebabkan inflasi dan berentet kepada kondisi resesi justru semakin memperkuat urgensi akan ekosistem energi yang berkelanjutan.
"Fluktuasi dan harga yang tinggi pada bahan bakar semakin meningkatkan urgensi bagi negara dan pemerintah untuk mencapai transisi iklim dan memfokuskan perusahaan-perusahaan pada pencapaian komitmen nol emisi karbon," ujar MacLennan.
Situasi inflasi yang mengancam seluruh dunia saat ini pun ditandai MacLennan sebagai momentum yang dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya ekosistem energi yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan yang mengutamakan prinsip ESG, khususnya dalam kaitannya dengan energi berkelanjutan, dinilai MacLennan akan lebih berpotensi untuk bertahan dan berkembang saat inflasi tengah menjadi momok di perekonomian global saat ini.
- Rugi Bank Neo Commerce (BBYB) Menyusut 1,7 Persen pada Kuartal III-2022
- Kuartal III-2022, BFI Finance Torehkan Laba Rp1,3 Triliun
- Anak Usaha ASSA (AnterAja) Disuntik Danamon Rp270 Miliar
Beberapa waktu lalu, Chief Executive Officer Schroders Indonesia Michael T. Tjoajadi menuturkan bahwa pihaknya sebagai penyelenggara jasa pengelolaan investasi di Indonesia pun turut memperhitungkan faktor ESG demi iklim ekonomi yang lebih bertanggung jawab.
Michael pun mengatakan hal yang senada dengan apa yang dikatakan MacLennan terkait emiten-emiten yang lebih mampu bertahan di tengah situasi ekonomi yang bergejolak karena adanya prinsip ESG yang diimplementasikan mereka dalam menjalankan bisnis.
"Emiten-emiten yang mengedepankan aspek-aspek ESG dan keberlanjutan sudah membuktikan bahwa mereka tahan banting terhadap situasi ekonomi yang bergejolak," kata Michael kepada TrenAsia beberapa waktu lalu.
Michael pun mengatakan bahwa bertahannya para emiten-emiten tersebut tentunya didorong pula oleh prinsip ESG yang tengah menjadi tren di dunia investasi baik di skala domestik maupun global.
Oleh karena itu, kampanye yang berkaitan dengan ESG perlu terus disuarakan dan digalakkan demi keberlanjutan bisnis emiten-emiten itu sendiri.