Ilustrasi: Tambang nikel PT Aneka Tambang Tbk (Antam) / Pertambangan nikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) / Dok. Antam
Industri

ESG Jadi Faktor Pertimbangan Investor, Bagaimana Penerapannya di Industri Nikel?

  • Pembangunan smelter atau fasilitas pengolahan hasil tambang harus berorientasi pada green energy dan green industry

Industri

Rizanatul Fitri

JAKARTA - Perusahaan di berbagai sektor termasuk industri nikel saat ini dituntut menerapkan Good Corporate Governance (tata kelola perusahaan) yang termasuk dalam prinsip ESG (Environment, Social dan Governance).

Mengutip data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga tahun 2021 terdapat 21 smelter mineral yang telah beroperasi. Kemudian di tahun 2024, ditargetkan sebanyak 53 smelter mineral dapat beroperasi.

Oleh karena itu, pembangunan smelter atau fasilitas pengolahan hasil tambang harus berorientasi pada green energy dan green industry supaya generasi mendatang bisa menikmati sumber daya nikel Indonesia.

Isu terkait lingkungan, sosial dan kinerja perusahaan yang tidak sehat kini banyak menarik perhatian banyak orang terutama investor. Untuk itulah, penerapan ESG perlu diterapkan di perusahaan.

Urgensi penerapan ESG di industri nikel juga disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto dalam diskusi yang diselenggarakan Apniper for Sustainability belum lama ini.

Seto sempat mengatakan saat ini seluruh perusahaan otomotif global sedang gencar mencari nikel untuk memproduksi mobil listrik. Namun mereka tidak langsung membeli nikel kepada produsen sebelum memenuhi unsur ESG sebagaimana yang telah disampaikan tim Tesla beberapa waktu lalu.

“Mereka ingin ke Vale lalu ke Antam, karena selama ini mereka tahu bahwa Vale adalah perusahaan global yang publikasi ESG-nya sangat baik, jadi ini yang dilihat. Padahal banyak tambang-tambang lain yang memiliki cadangan besar dan memiliki praktik ESG yang baik,” jelas Seto.

Penerapan ESG terutama di industri nikel memang perlu diperhatikan dengan serius. Pasalnya, persediaan nikel di Indonesia akan semakin menipis bahkan tidak akan mencukupi pasokan dalam negeri apabila tidak dibatasi.

Tak hanya berpatok pada sustainbility, industri nikel perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku dan menghindari ekplorasi yang berlebihan serta pengolahan limbah yang tepat sehingga dapat mengurangi dampak negatif pada lingkungan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, industri nikel memerlukan tata kelola yang baik dan kerja sama yang baik dengan pemerintah untuk memenuhi segala prosedur hukum termasuk segala perizinan dalam pengolahan hasil tambang.