<p>Ilustrasi kegiatan produksi gas bumi. / Sumber: Instagram.com/arcandra.tahar/</p>
Energi

Evaluasi HGBT: Perlukah Penyesuaian untuk Efektivitas Maksimal?

  • Hasil evaluasi menunjukkan bahwa meskipun kebijakan HGBT telah diterapkan, penyerapan gas bumi oleh industri pupuk masih belum maksimal.

Energi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA -  Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Pemerintah dan Komisi VII DPR RI mengungkap hasil evaluasi terhadap Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). 

Evaluasi ini dilakukan secara rutin setiap tahun atau sewaktu-waktu dengan tujuan menilai efektivitas kebijakan serta memastikan bahwa subsidi HGBT tepat sasaran dan memberikan manfaat optimal bagi industri dan negara.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa meskipun kebijakan HGBT telah diterapkan, penyerapan gas bumi oleh industri pupuk masih belum maksimal.

Volume realisasi HGBT untuk industri pupuk bahkan mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. Faktor-faktor seperti pemeliharaan, kendala operasi pabrik, keterbatasan pasokan gas hulu migas, dan implementasi Kepmen 91 menjadi penyebab utama dari masalah ini.

Sementara itu, proyeksi ke depan menunjukkan bahwa kebutuhan gas untuk industri pupuk diproyeksikan akan terus meningkat dari 820 MMSCFD menjadi 1.076 MMSCFD per hari pada tahun 2030.

Meskipun demikian, kebijakan HGBT masih memiliki dampak positif, seperti peningkatan produksi, penjualan, penerimaan pajak, dan penyerapan gas.

"Melihat proyeksi kebutuhan gas untuk pupuk yang dikeluarkan oleh Group PT Pupuk Indonesia akan terjadi peningkatan kebutuhan PT Pupuk Indonesia dari 820 MMSCFD menjadi sekitar 1.076 MMSCFD per hari pada tahun 2030, hal ini memerlukan kooridnasi dan keseriusan semua pihak agar dapat memastikan tersedianya kebutuhan gas oleh produsen gas nasional,"  terang  Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Tutuka Ariadji, dilansir siaran pers.

Terkait dengan hal ini, perlu adanya kajian ulang terhadap kebijakan HGBT untuk meningkatkan efektivitas dan mencapai tujuan yang diharapkan. 

Subsidi pupuk pada tahun 2022 mencapai Rp 27,55 triliun, sementara industri pupuk menggunakan 58,48% gas bumi dalam biaya produksinya.

Angka subsidi pada tahun 2022 menurun 16,12% dibandingkan tahun 2019 atau menurun 9,37% dibandingkan tahun 2020. Namun, jika dibandingkan dengan tahun 2021, subsidi pupuk pada tahun 2022 mengalami peningkatan sebesar 2,77%.

Dengan demikian, evaluasi ini memberikan landasan penting bagi Pemerintah dan DPR RI untuk melakukan penyempurnaan kebijakan HGBT guna mengatasi tantangan yang dihadapi oleh industri pupuk serta memastikan pemanfaatan gas bumi yang lebih efisien dan optimal bagi kemajuan ekonomi nasional.