Evergrande, Perusahaan Properti Milik Konglomerat Hui Ka Yan Jual Gedung Rp8,26 Triliun untuk Bayar Utang
- Perusahaan properti milik konglomerat China Hui Ka Yan yang sedang bermasalah menjual salah satu proyek propertinya yang berada di dekat Shanghai senilai US$575 juta setara dengan Rp8,25 triliun (asumsi kurs Rp14.357).
Nasional
JAKARTA - Perusahaan properti milik konglomerat China Hui Ka Yan yakni Evergrande yang sedang bermasalah menjual salah satu proyek propertinya di dekat Shanghai senilai US$575 juta setara dengan Rp8,26 triliun (asumsi kurs Rp14.357 per dolar AS).
Dikutip dari Agence France-Presse pada Jumat, 1 April 2022, dikatakan penjualan properti tersebut dilakukan untuk membayar utang perusahaan.
Evergrande akan menjual gedung yang merupakan proyek dari Crystal City, zona komersial yang luas di Hangzhou, sebuah kota di timur Shanghai seharga 3,66 miliar yuan atau setara dengan US$575 juta.
- Kuota Solar Subsidi Jebol Di Tengah Meroketnya Harga Minyak Dunia
- Progres Konstruksi Jalan Tol Kuala Tanjung-Parapat 63 Persen, Pangkas Waktu Tempuh ke Danau Toba jadi 2 Jam
- Tidak Kalah dari Indra Kenz, Inilah 5 Orang yang Rela Berbohong untuk Pamer Harta Kekayaan
Sebagian hasil dari penjualan akan digunakan untuk biaya konstruksi sebesar 920,7 juta yuan, sementara sisa lainnya dipakai untuk modal kerja group perusahaan.
"Masalah likuiditas group telah mempengaruhi perkembangan dan kemajuan proyek group," tulis manajemen yang dikutip, Jumat, 1 April 2022.
Di sisi lain, unit usaha Evergrande lainnya dalam bidang kendaraan listrik mengumumkan akan memulai produksi perdana secara masal pada 22 Juni 2022.
Nantinya, unit usaha ini menerima pesanan untuk mobil dan membuka pusat penjualan di 15 kota besar China, termasuk Tianjin, Shanghai, dan Guangzhou.
Namun, rencana perusahaan tersebut tidak mampu mencegah harga saham perseroan yang jatuh hampir 10 persen.
Sebelumnya, pengembang terbesar kedua di China ini bermasalah dengan liabilitas lebih dari $300 miliar atau setara dengan 2% dari gross domestic produck China. Perseroan mengalami kesulitan untuk membayar pemberi pinjaman dan pemasok untuk menghindari krisis likuiditas agar tidak kolaps.