F0nJoupaEAU7Npf.jpeg
Tekno

Evolusi Senjata Tua, Ukraina Gunakan S-200 untuk Serang Target Darat

  • Jika benar ini akan menjadi konfirmasi pertama Ukraina memodifikasi sistem pertahanan udara era Soviet itu untuk misi serangan udara ke darat. Belum bisa dipastikan seri rudal apa yang ditembakkan.

Tekno

Amirudin Zuhri

KYIV- Sebuah video singkat menunjukkan serangan rudal terhadap target di Bryanks Ukraina yang dikuasai Rusia. Analisa gambar menunjukkan rudal tersebut kemungkinan besar adalah sistem pertahanan udara S-200. 

Jika benar ini akan menjadi konfirmasi pertama Ukraina memodifikasi sistem pertahanan udara era Soviet itu untuk misi serangan udara ke darat. Belum bisa dipastikan seri rudal apa yang ditembakkan.

Ini bukan kasus pertama penggunaan sistem pertahanan udara untuk menyerang target permukaan. Sebelumnya sudah berulang kali Rusia menggunakan rudal S-300 mereka untuk misi yang sama. Bedanya rudal yang ditembakkan S-200 jauh lebih besar dan juga memiliki hulu ledak yang lebih kuat.

Pada Minggu 9 Juli 2023 juga muncul laporan sejumlah rudal Ukraina mencoba menyerang jembatn Kerch yang menghubungkan Rusia dan Krimea. Beberapa laporan juga mengkaitkan serangan tersebut dengan penggunaan S-200. Namun otoritas Rusia di Krimea mengatakan rudal yang digunakan adalah Storm Shadow dan seluruhnya bisa ditembak jatuh.

Modifikasi S-200 untuk serangan darat menggaris bawahi kebutuhan Ukraina untuk sistem senjata jarak jauh. Dengan jangkauannya yang bisa mencapai 400 km, S-200 akan bisa menyerang target di wilayah Rusia tanpa melibatkan senjata barat. Meski juga harus dicatat, Rusia hampir pasti juga memiliki stok lama dari rudal tersebut. Ini memungkinkan modifikasi serupa juga bisa dilakukan.

S-200/Wikipedia

Senjata Tua

Dikutip dari csis.org,  S-200 adalah  adalah senjata yang sudah cukup tua. Sistem pertahanan udara jarak jauh dan ketinggian tinggi ini dibangun Uni Soviet pada era 1960an  oleh NPO Almaz. Senjata dirancang untuk mempertahankan area yang luas dari serangan bomber atau pesawat strategis lainnya.

Penyebaran awal unit uji coba S-200 menggunakan rudal 5V21 terjadi pada tahun 1963 sampai 1964 di pinggiran Tallinn di Estonia. Resimen operasional pertama dikerahkan pada tahun 1966 dengan 18 lokasi dan 342 peluncur yang beroperasi pada akhir tahun.

Pada tahun 1967, ketika S-200 secara resmi diterima dalam pelayanan, total situs telah meningkat menjadi 22. Jumlahnya meningkat menjadi 40 pada  tahun 1968 dan 60 pada tahun 1969.

Senjata ini digunakan banyak negara seperti Aljazair, Azerbaijan, Bulgaria, india, Iran, Kazakhstan, Korea Utara, Myanmar, Ukraina, Polandia, Tukmenistan, Uzbkeistan, Libya hingga Jerman saat masih ada Jerman Timur. Rusia sendiri sudah mempensiun senjata ini dan menggantikannya dengan sistem yang lebih canggih yakni S-300 dan S-400. Namun sejumlah negara masih tetap mengoperasikan.

Kelemahan dari sistem ini adalah dia bukan  senjata mobile. Sistem yang oleh NATO disebut sebagai  SA-5 Gammon dipasang di sebuah stasiun darat dan biasanya diangkut dari area penyimpanan batalion dengan truk  (8 x 8).

Rudal S-200  diluncurkan oleh 4 penguat roket bahan bakar padat. Rentang maksimumnya antara 150 dan 400 km, tergantung modelnya. Kecepatan target maksimum adalah sekitar 4 Mach. Ketinggian efektif adalah 300 sampai 20.000 m untuk model awal,  dan sampai 35.000 m untuk model selanjutnya.

Rudal menggunakan hulu ledak fragmen eksplosif tinggi 217 kg. Hulu ledak ini  dipicu  sekering jarak jauh yang menggunakan radar atau sinyal perintah. Ada juga  hulu ledak 25 kt yang dipicu oleh sinyal komando saja.  Setiap rudalnya memiliki berat sekitar tujuh ton saat lepas landas. Setiap batalyon terdiri dari 6 peluncur rudal .

S-200 masih digunakan banyak negara. Bahkan pada 2018 sistem pertahanan udara S-200 Suriah justru menembak jatuh pesawat militer Il-20 Rusia di langit Latakia. Ini adalah kasus salah tembak. Suriah dengan menggunakan senjata ini juga dilaporkan menembak jatuh  F-16 Israel pada 9 Februari 2018. Hal ini menunjukkan meski tua S-200 adalah benteng udara yang tangguh.

Senjata serupa juga masih digunakan di Yaman. Pada Oktober  2017 Houthi Yaman mengklaim menembak jet tempur Eurofighter Typhoon milik Angkatan Udara Arab Saudi saat melakukan misi serangan di Yaman. Klaim yang ditolak Arab Saudi.

Tetapi S-200 juga memiliki sejarah hitam karena menembak pesawat sipil tanpa sengaja. S-200  secara tidak sengaja mengunci sebuah pesawat Tu-154 milik Siberia  Airlines saat pesawat tak berawak yang seharusnya menjadi target dihancurkan oleh rudal lain. Pesawat tersebut hancur di atas Laut Hitam pada tanggal 4 Oktober 2001, menewaskan 78 orang di dalamnya.

Sistem telah berkembang dalam sejumlah varian. Varian pertama dikenal sebagai  S-200A Angara yang menembakkan  rudal  5V21 atau  5V21A. Sistem ini  diperkenalkan pada tahun 1967 dengan jarak serang 160 km  dan ketinggian 20 km.

Lalu ada  S-200V Vega dengan   5V21P yang  diperkenalkan pada tahun 1970. Jarak serangnya meningkat menjadi  250 km  dan ketinggian 29 km. Varian ini juga ada yang menembakkan rudal V-870 yang jangkauannya meningkat menjadi 300 km dan ketinggian sampai 40 km. Peningkatan ini karena penggunaan rudal berbahan bakar padat dan motor baru

Juga ada varian  S-200M "Vega-M"  dengan rudal  5V28 atau  5V28N2 dengan jarak serang 300 km  pada ketinggian 29 km. Kemudian S-200VE "Vega-E" dengan rudal  5V28E. Ini adalah versi ekspor dengan jangkauan 250 km  dan ketinggian 29 km.

Varian terakhir adalah  S-200D Dubna dengan rudal 5V25V,  5V28M atau 5V28MN2. Varian ini  diperkenalkan pada tahun 1976, membawa hulu ledak eksplosif atau nuklir, dan jarak serang 400 km dan ketinggian 40 km.