<p>Afifa, Sekretaris Jenderal Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII) dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pada Kamis, 12 Maret 2020 (Sumber: TrenAsia)</p>
Industri

Faisal Basri: Industri Asuransi Jiwa Jantung Ekonomi RI

  • Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja mengumumkan audit perhitungan kerugian negara (PKN). Nilai PKN mencapai Rp16,81 triliun yang terdiri dari investasi saham Rp4,65 triliun, dan reksa dana Rp12,16 triliun.

Industri
Khoirul Anam

Khoirul Anam

Author

JAKARTA—Ekonom senior Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Faisal Basri menilai industri asuransi jiwa merupakan jantung bagi ekonomi Indonesia.

Alumnus Universitas Indonesia (UI) itu menyayangkan kasus yang menimpa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Sejak beberapa tahun terakhir, Jiwasraya didera perkara gagal bayar polis asuransi kepada nasabah.

“Kalau jantungnya berdetak lambat, kita enggak bisa tumbuh 7%. Omnibus Law tidak bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi 7% karena jantungnya masih lemah,” kata Faisal Basri dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Kantor Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Jakarta, Kamis, 12 Maret 2020.

Menurut dia, perusahaan asuransi merupakan agen pertama yang membeli Surat Utang Negara (SUN). Sehingga, negara bisa menyerap utang baru untuk membiayai APBN. Terlebih, investor institusi pemilik modal yang biasanya menjadi nasabah perusahaan asuransi, mampu membeli surat utang itu.

Dia justru mempertanyakan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tidak memiliki mitigasi atas kasus yang menimpa perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

Meski semua pihak dinilai bersalah, Faisal menuding OJK-lah yang paling harus bertanggung jawab atas kasus yang terjadi di Jiwasraya. Faisal menilai lembaga tersebut tidak memiliki manajemen yang memadai dalam mengantisipasi kasus-kasus gagal bayar industri asuransi.

Sebagai lembaga tertinggi yang memiliki wewenang untuk industri keuangan, sambungnya, OJK tidak menerapkan manajemen yang sempurna. Di dalamnya, lanjut Faisal, OJK tidak menjunjung tinggi prinsip check and balances.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja mengumumkan audit perhitungan kerugian negara (PKN). Nilai PKN mencapai Rp16,81 triliun yang terdiri dari investasi saham Rp4,65 triliun, dan reksa dana Rp12,16 triliun.

Sementara itu, tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi melakukan pelimpahan berkas tahap 1 perkara kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Tiga tersangka itu adalah Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan. (SKO)