<p>Pedagang menunggu pembeli di Pasar Pesanggrahan, Jakarta,  Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Faisal Basri Prediksi Skenario Terburuk Ekonomi RI Anjlok 2,5%

  • Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri memprediksikan ekonomi Indonesia bakal anjlok hingga 2,5% pada tahun ini akibat tertekan pandemi virus corona (COVID-19).

Industri
Khoirul Anam

Khoirul Anam

Author

Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri memprediksikan ekonomi Indonesia bakal anjlok hingga 2,5% pada tahun ini akibat tertekan pandemi virus corona (COVID-19).

Ekonom Senior Institute for Development of Economins and Finance (Indef) itu memerkirakan ekonomi Indonesia bakal tumbuh maksimum 0,5% dan bisa turun 2%-2,5% pada kondisi terburuk.

“Saya menduga ekonomi Indonesia akan tumbuh hanya 0,5% optimisnya dan pesimisnya ya, turun 2%-2,5%,” katanya dalam diskusi publik secara daring di Jakarta, Jumat, 24 April 2020.

Faisal mengatakan pertumbuhan ekonomi yang diprediksi melambat cukup dalam tersebut disebabkan oleh kurang cepatnya kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran COVID-19.

“Mudik sudah jutaan keluar baru dilarang lalu PSBB (pembatasan sosial berskala besar) di Jakarta enggak keruan, jadi kita tidak pernah bisa tahu kapan puncaknya dan ongkosnya semakin besar,” ujarnya.

Dia menuturkan kapasitas untuk tes COVID-19 di Indonesia yang masih kurang dan tak sebanding dengan kebutuhan turut membuat penyebaran sulit dikendalikan sehingga perekonomian tertekan lebih dalam.

“Kita baru 50.000 melakukan testing cuma 214 per satu juta penduduk itu yang membuat kita semakin tidak tahu sampai kapan virus ini berlangsung jadi kita sudah kecolongan banyak,” tegasnya.

Tak hanya itu, Faisal menyatakan kemampuan Indonesia dalam mendorong ekonomi di tengah pandemi COVID-19 juga tidak sebesar seperti yang dilakukan Amerika Serikat.

Ia menyebutkan Amerika Seikat menggelontorkan dana US$484 miliar khusus untuk penanganan COVID-19, total stimulus mencapai US$2,3 triliun, serta The Fed menggelontorkan sekitar US$4 triliun untuk meningkatkan likuiditas.

“Jangan dilihat defisit APBN yang naik menjadi 5,07% itu sebagai stimulus karena itu disebabkan penerimaannya anjlok Rp472 triliun jadi praktis tidak ada stimulus kalau dilihat magnitude tambahan dari APBN,” jelasnya.

Sebagai informasi, pemerintah sendiri memprediksikan perekonomian Indonesia hanya tumbuh 2,3% atau dengan skenario terburuk akan terkontraksi hingga 0,4% pada 2020 akibat wabah COVID-19.

Kritik IMF

Sementara itu, Faisal Basri juga mengkritik proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) terkait pertumbuhan ekonomi global yang akan membaik pada 2021 karena menurutnya butuh waktu pemulihan cukup lama akibat wabah COVID-19.

“Ada yang aneh dari prediksi IMF yaitu rebound 2021 itu luar biasa jadi melebihi pertumbuhan ekonomi tahun-tahun sebelumnya jadi istilahnya seakan kemerosotan tahun ini dibayarkan penuh plus bonus pada 2023,” katanya.

Faisal menuturkan IMF terlalu cepat dalam memproyeksikan pertumbuhan ekonomi karena dunia masih akan mengalami penyesuaian terlebih dahulu setelah pandemi COVID-19 berakhir.

“Rasanya dunia akan mengalami new normal recovery tidak bisa secepat yang dibayangkan IMF. Orang dan perusahaan akan melakukan adjustment,” ujarnya.

Ia melanjutkan setelah pandemi COVID-19 berakhir juga diperkirakan akan banyak kebijakan pemerintah di berbagai negara yang berfokus pada isu perubahan iklim.

“Ini buat kebaikan umat manusia saya rasa artinya ini proses detoks terjadi dalam ekonomi dunia karena makin banyak pemimpin dunia yang percaya bahwa climate change harus diperhatikan,” katanya.

Tak hanya itu, ia mengatakan perekonomian juga akan lebih mengandalkan sumber daya manusia yang berkualitas dan penguatan jejaring sosial.

“Oleh karena itu saya lihat prediksi IMF masih konservatif dan dunia saya rasa akan lebih buruk dari prediksi IMF dan 2021 tidak akan secepat itu recovery,” katanya.

Sebagai informasi, IMF memprediksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh hingga 8,2% dan global 5,8% pada tahun depan dengan syarat pandemi COVID-19 telah selesai pada pertengahan 2020. (SKO)