<p>Ilustrasi hacker. / Pixabay</p>
Tekno

FBI: Teknologi Deepfake Marak Digunakan untuk Pencurian Identitas Pekerjaan Remote

  • Melalui deepfake, seseorang bisa menyamar menjadi orang lain sehingga teknologi ini kerap kali dimanfaatkan untuk kejahatan pencurian identitas.

Tekno

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Biro Investigasi Federal (Federal Bureau of Investigation/FBI) menemukan fakta bahwa teknologi deepfake marak digunakan untuk pencurian identitas untuk melamar pekerjaan jarak jauh (remote working).

Untuk diketahui, deepfake adalah teknologi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang digunakan untuk merekayasa foto atau video.Melalui deepfake, seseorang bisa menyamar menjadi orang lain secara virtual sehingga teknologi ini kerap kali dimanfaatkan untuk kejahatan pencurian identitas.

Penggunaan konten deepfake yang diterapkan ke audio, gambar, dan video sintetis telah disoroti FBI sebagai ancaman phishing selama beberapa tahun terakhir.

Pusat Pengaduan Kejahatan Internet (Internet Crime Complaint Center/ IC3) menyampaikan bahwa dewasa ini terpantau adanya peningkatan pengaduan terkait penggunaan teknologi deepfake dan pencurian identitas pribadi yang dilakukan untuk kepentingan melamar pekerjaan remote, khususnya di bidang teknologi.

Laporan yang diterima IC3 sebagian besar berhubungan dengan penggunaan teknologi deepfake untuk pengajuan lamaran kerja di bidang teknologi informasi, pemrograman, database, dan pekerjaan yang berhubungan dengan perangkat lunak (software).

"Beberapa posisi yang dilaporkan termasuk yang berhubungan dengan akses ke informasi identifikasi pribadi (personally identifiable information/PII) klien, data keuangan, database teknologi informasi perusahaan," tulis FBI dikutip dari Public Service Anouncement, Kamis, 30 Juni 2022.

Keluhan yang diterima FBI berhubungan dengan penggunaan deepfake selama wawancara online dengan pelamar potensial. Kejahatan itu bisa dilacak oleh beberapa perusahaan karena adanya inkonsistensi visual yang terjadi saat wawancara virtual berlangsung.

“Dalam wawancara ini, tindakan dan gerakan bibir orang yang terlihat diwawancarai di depan kamera tidak sepenuhnya sesuai dengan audio orang yang berbicara. Terkadang, tindakan seperti batuk, bersin, atau tindakan pendengaran lainnya tidak selaras dengan apa yang terjadi dan apa yang disajikan secara visual," kata FBI.

Disampaikan oleh FBI, beberapa korban yang dicuri identitasnya pun telah melaporkan kepada IC3 soal penggunaan teknologi deepfake yang merugikan mereka.

Perlu diketahui, penipuan dalam proses rekrutmen online bukan sesuatu yang asing lagi, tetapi penggunaan teknologi deepfake untuk kepentingan tersebut adalah suatu hal yang baru.

Pada Maret 2021, FBI juga telah mengingatkan bahwa teknologi deepfake akan marak digunakan untuk kepentingan pencurian identitas pada tahun 2022.

Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) bersama FBI pun mengingatkan organisasi-organisasi di negeri Paman Sam agar berhati-hati dalam melakukan proses rekrutmen online. Jangan sampai perusahaan di AS secara tidak sengaja merekrut pekerja dari Korea Utara.