Calon Presiden Ekuador, Fernando Villavicencio
Dunia

Fernando Villavicencio dan Keberanian yang Tak Pernah Surut

  • Ancaman dan intimidasi ternyata menjadi makanan sehari-hari Fernando Villavicencio, calon Presiden (capres) Ekuador yang ditembak mati di Quito pada hari Rabu 9 Agustus 2023. Tak terhitung tokoh-tokoh berpengaruh hingga kartel narkoba mengancam akan mencelakai mantan jurnalis dan aktivis serikat pekerja itu.

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Ancaman dan intimidasi ternyata menjadi makanan sehari-hari Fernando Villavicencio, calon Presiden (capres) Ekuador yang ditembak mati di Quito pada hari Rabu 9 Agustus 2023. Tak terhitung tokoh-tokoh berpengaruh hingga kartel narkoba mengancam akan mencelakai mantan jurnalis dan aktivis serikat pekerja itu. 

Jauh sebelum dia memasuki pemilihan Presiden tahun ini dengan platform anti-korupsi, Villavicencio telah menciptakan reputasi untuk dirinya sendiri dalam mengungkapkan praktik korupsi, perjanjian di belakang layar, pemborosan di pemerintahan serta industri besar negara kaya sumber daya.

Selama beberapa tahun, dia telah mengajukan tuduhan korupsi yang tajam dan terdokumentasi secara teliti, dimulai dari perannya sebagai pengorganisir buruh dan asisten kongres. 

Kemudian sebagai seorang jurnalis, anggota parlemen, dan calon Presiden. Tuduhan-tuduhan ini ditujukan kepada beberapa tokoh terkemuka dalam lingkaran politik dan keuangan Ekuador.

Dilansir dari Reuters, Jumat 11 Agustus 2023, Villavicencio mengungkap bukti suap dan skema pendanaan kampanye yang licik selama pemerintahan Presiden sebelumnya, Rafael Correa. Hal itu berkontribusi pada vonis pidana bagi Correa, yang telah tinggal di Belgia sejak meninggalkan jabatan.

Villavicencio juga mengungkap borok kepala eksekutif tingkat tinggi dalam industri minyak, pertambangan, dan listrik Ekuador, bahkan termasuk perusahaan asing besar seperti raksasa minyak China, perusahaan rekayasa Brasil, dan perusahaan perdagangan minyak global.

Baru-baru ini, Villavicencio turut membantu mengungkap keberadaan kartel narkoba yang semakin berkembang di Ekuador, termasuk Kartel Sinaloa dari Meksiko, yang telah berkontribusi pada gelombang kejahatan luar biasa yang mengguncang negara tersebut.

Pada pekan ini, Villavicencio membeberkan bahwa ia menerima ancaman kematian dari bos-bos kartel. Dalam salah satu kampanye terakhirnya, sebuah video menunjukkan dirinya menantang mereka. “Saya tidak takut. Datang tangkap saya!,” ujar Villavicencio.

Villavicencio dibunuh oleh seorang bersenjata setelah kampanye di sebuah sekolah di wilayah Quito pada hari Rabu, hanya 11 hari sebelum hari pemilihan. Pembunuhan ini kali pertama terjadi pada seorang kandidat presiden dalam sejarah Ekuador.

Otoritas Ekuador mengatakan seorang tersangka bersenjata di lokasi tersebut kemudian tewas dalam baku tembak. Tersangka tersebut dan enam orang lain yang telah ditahan adalah warga negara Kolombia, menurut pihak kepolisian.

Berada di Pengasingan

Tahun lalu, Villavicencio, mengatakan bahwa dia telah menjadi target pembunuhan ketika rumahnya di Quito diserang dengan tembakan. Sejak tahun 2010, Villavicencio juga menghabiskan beberapa periode, beberapa di antaranya berlangsung selama bertahun-tahun, bersembunyi atau diasingkan.

Terkadang dia berlindung dengan masyarakat adat di wilayah Amazon Ekuador atau di negara tetangga Peru. Sepuluh tahun yang lalu, penyelidikan Reuters yang sebagian didasarkan pada dokumen rahasia, kontrak, dan email yang diperoleh Villavicencio, memperlihatkan bagaimana pemerintah China dan perusahaan minyak milik negara mengendalikan lebih dari 90% ekspor minyak Ekuador.

Setahun kemudian, pada tahun 2014, Villavicencio melarikan diri untuk menghindari hukuman atas tuduhan pencemaran nama baik terhadap Presiden saat itu, Correa. Correa menuduh Villavicencio melakukan spionase dan meretas email pemerintah.

Villavicencio berasal dari latar belakang kota kecil yang sederhana dan pindah ke Quito saat remaja. Pada usia 18 tahun, dia memicu kemarahan otoritas dengan surat kabar yang didirikannya bernama Prensa Obrera, atau The Workers Press, yang fokus pada hak-hak buruh.

Jurnalisme investigasi yang dilakukannya terus berlanjut hingga kehidupan selanjutnya. Dia menulis buku tentang korupsi dan polusi yang terkait dengan sektor minyak yang berkembang pesat di Ekuador.

Pada tahun 2017, dia melarikan diri ke Peru mencari suaka politik, meninggalkan istrinya dan dua anak kecil. Dia kembali ke Ekuador pada tahun 2018, ketika tuduhan pencemaran nama baik dan spionase terhadapnya dicabut.

Dia memenangkan kursi di Majelis Nasional negara itu pada tahun 2021 sebagai kandidat independen dan memimpin komite pengawasan pemerintah mengajukan laporan penyelidikan kepada jaksa federal dan Presiden Guillermo Lasso.

Salah satunya, yang disebut “Laporan Petrochina,” merupakan puncak dari sepuluh tahun penyelidikan tentang bagaimana negara itu membiarkan China mengambil kendali atas sebagian besar ekspor minyaknya sebagai imbalan miliaran dolar pinjaman pemerintah.

Villavicencio, yang pernah bekerja di perusahaan minyak milik negara, Petroecuador, pada awal kariernya, mengklaim bahwa kesepakatan pinjaman tersebut penuh dengan korupsi dan merusak keuangan negara.

Di antara tuduhan dalam laporannya yakni Ekuador kehilangan setidaknya US$5 miliar pendapatan minyak karena pejabat meminta suap senilai sekitar US$70 juta dari perusahaan perdagangan minyak global.

Villavicencio bertugas di majelis tersebut hingga masa jabatannya berakhir bulan Mei, ketika Lasso yang tengah terjerat tuduhan korupsi, membubarkan lembaga legislatif untuk menghindari kemungkinan pemakzulan.