Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Fintech Lending dan Modal Ventura Bisa Andil di Program 3 Juta Rumah

  • Saat ini sudah ada penyelenggara P2P lending yang fokus pada pembiayaan sektor properti. Selain fintech, modal ventura juga diharapkan berkontribusi melalui investasi kepada pengembang properti di startup teknologi perumahan atau dengan membeli obligasi dari perusahaan multifinance.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perusahaan-perusahaan di sektor jasa keuangan, termasuk fintech peer-to-peer (P2P) lending dan modal ventura, untuk memanfaatkan peluang besar dalam program pembangunan 3 juta rumah yang dicanangkan pemerintah. Hal ini disampaikan oleh Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (KE PVML) OJK, dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada Selasa, 14 Januari 2025.

Menurut Agusman, fintech P2P lending dapat memainkan peran signifikan dalam mendukung program tersebut. “Saat ini sudah ada penyelenggara P2P lending yang fokus pada pembiayaan sektor properti. Dengan adanya program 3 juta rumah, peluang pasar untuk P2P lending menjadi sangat baik,” katanya.

Modal Ventura dan Sinergi Pembiayaan

Selain fintech, modal ventura juga diharapkan berkontribusi melalui investasi kepada pengembang properti di startup teknologi perumahan atau dengan membeli obligasi dari perusahaan multifinance. 

“Langkah ini dapat mendukung pembiayaan sektor perumahan secara lebih luas,” tambah Agusman.

Ia juga menyoroti pentingnya sinergi antar lembaga keuangan untuk mendukung program ini. Perusahaan multifinance didorong untuk bekerja sama dengan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) guna memperoleh sumber dana murah jangka panjang.

Peluang di Sektor Perumahan

Program 3 juta rumah menawarkan potensi besar bagi perusahaan multifinance untuk mendiversifikasi portofolio mereka. “Dengan program ini, perusahaan multifinance memiliki alternatif baru yang lebih potensial dibandingkan dominasi sektor otomotif sebelumnya,” ungkap Agusman.

Menurut data OJK, hingga November 2024, terdapat 50 perusahaan multifinance yang telah menyalurkan pembiayaan terkait sektor perumahan. “Pembiayaan ini mencakup rumah tinggal, ruko, rukan, dan apartemen. Dengan permintaan hunian yang terus meningkat, sektor perumahan akan menjadi segmen potensial pada 2025 dan tahun-tahun mendatang,” jelasnya.

Tantangan Likuiditas dan Pengelolaan Risiko

Meski peluangnya besar, pembiayaan perumahan juga menghadapi tantangan, terutama risiko likuiditas. “Pembiayaan perumahan membutuhkan pendanaan yang stabil dalam jangka panjang. Perusahaan multifinance perlu mengelola risiko likuiditas ini dengan baik,” ungkap Agusman.

Agusman menambahkan bahwa pembiayaan alat berat juga akan terdampak positif oleh program ini. “Kebutuhan alat berat untuk pengolahan lahan, pembangunan infrastruktur pendukung, dan konstruksi akan meningkat. Ini menjadi peluang tambahan bagi perusahaan pembiayaan,” jelasnya.

Kinerja SMF dan BP Tapera

Agusman juga menyoroti peran SMF dan BP Tapera dalam mendukung program ini. “Sepanjang 2018 hingga 2024, PT SMF telah menyalurkan pembiayaan untuk 709.956 unit rumah dengan total nominal Rp26,33 triliun. Sementara itu, BP Tapera sejak 2022 hingga 2024 telah menyalurkan pembiayaan untuk 655.300 unit rumah dengan nominal Rp76,05 triliun,” paparnya.

Untuk meningkatkan efisiensi program, SMF dan BP Tapera telah mengusulkan kenaikan target FLPP dari 220 ribu menjadi 230 ribu unit serta peningkatan porsi pendanaan dari lembaga jasa keuangan (LJK) penyalur dari 25% menjadi 50%.

Antisipasi Risiko dan Keberlanjutan Program

Dalam rangka mendukung keberhasilan program 3 juta rumah, perusahaan multifinance diimbau untuk melakukan berbagai langkah antisipasi risiko. “Perusahaan harus meningkatkan sumber pendanaan, melakukan diversifikasi portofolio pembiayaan, serta memitigasi risiko yang berkaitan dengan agunan. Penilaian skor kredit debitur yang baik juga menjadi kunci,” kata Agusman.

Edukasi kepada debitur dinilai penting untuk menjaga keberlanjutan operasional perusahaan dan kesuksesan program ini. “Edukasi ini akan membantu menciptakan debitur yang lebih bertanggung jawab dan memastikan stabilitas pembiayaan,” pungkas Agusman.