<p>Direktur of HCM &#038; System Development Waskita Karya Hadjar Seti Adji merinci, utang senilai Rp2,75 triliun tersebtu berasal dari empat bank. / Waskita.co.id</p>
Industri

Fitch Pangkas Rating, BUMN Waskita Karya Gagal Bayar Utang Rp2 Triliun

  • Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya pun tidak dapat melunasi utang jangka pendek atas fasilitas supply chain financing (SCF) sebesar Rp2 triliun pada masa tenor. Mengatasi hal ini, manajemen Waskita Karya pun melakukan pengajuan relaksasi atas utang tersebut.

Industri
wahyudatun nisa

wahyudatun nisa

Author

JAKARTA – Emiten konstruksi pelat merah PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) melaporkan rating atau peringkat utangnya dipangkas oleh PT Fitch Ratings Indonesia. Penurunan rating itu didapatkan setelah penilaian risiko likuiditas perseroan.

Direktur Keuangan Waskita Karya Taufik Hendra Kusuma mengatakan menurunnya rating utang terjadi karena adanya pandemi COVID-19 yang menyebabkan terhambatnya pengerjaan proyek. Alhasil, kondisi keuangan perseroan melemah.

Dia mengungkapkan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya pun tidak dapat melunasi utang jangka pendek atas fasilitas supply chain financing (SCF) sebesar Rp2 triliun pada masa tenor. Mengatasi hal ini, manajemen Waskita Karya pun melakukan pengajuan relaksasi atas utang tersebut.

“Sehubungan dengan hal tersebut, perseroan telah melakukan perpanjangan tenor waktu pinjaman selama tiga bulan sampai dengan enam bulan atas fasilitas SCF tersebut. Pengajuan relaksasi atas fasilitas SCF tersebut telah disetujui,” ujarnya dalam surat penjelasan kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Jumat, 28 Agustus 2020.

Sementara, perseroan akan menggunakan kas internal untuk melunasi utang jangka pendek lainnya. Misalnya, Obligasi Berkelanjutan III Tahap I Tahun 2017 Seri A sebesar Rp1,37 Triliun serta Obligasi Berkelanjutan I Tahap II Tahun 2015 sebesar Rp1,15 triliun. Keduanya akan jatuh tempo pada Oktober 2020.

Efisiensi Biaya

Untuk mendongkrak kinerja, BUMN Karya itu akan memastikan pencapaian progress proyek yang masih dikerjakan, melakukan efisiensi beban usaha sebesar 25%, dan efisiensi belanja modal sebesar 45%.

“Perseroan juga fokus untuk mendapatkan proyek dari pasar ekternal, serta berencana untuk melakukan ekspansi bisnis ke proyek infrastruktur di luar negeri,” ungkapnya.

Saat ini, perseroan fokus dalam melakukan penetrasi pasar Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika. Perseroan juga telah mengajukan relaksasi berupa penundaan pembayaran serta penurunan tingkat bunga atas fasilitas pinjaman.

“Penurunan pemeringkatan obligasi perseroan tidak memiliki dampak terhadap aspek hukum dan operasional. Namun berdampak pada aspek keuangan yaitu berupa adanya permintaan penjelasan oleh para bondholder terkait hal tersebut,” tuturnya. (SKO)