Ilustrasi kerja lembur
Dunia

Gabut di Tempat Kerja, Pria Ini Galau dan Ingin Resign Meski Digaji Rp36 Juta Sebulan

  • Kenji Ong, seorang Karyawan asal Singapura justru merasa galau lantaran tak mengerjakan banyak hal di kantornya alias gabut.
Dunia
Rizky C. Septania

Rizky C. Septania

Author

SINGAPURA- Bagi orang Indonesia, gabut (gaji buta) saat jam kerja biasanya menjadi waktu favorit lantaran bisa mencuri waktu untuk beristirahat di kantor. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi pria yang satu ini.

Kenji Ong, seorang Karyawan asal Singapura justru merasa galau lantaran tak mengerjakan banyak hal di kantornya alias gabut. Bahkan lantaran kegabutannya di kantor, Ia bahkan berencana untuk mengundurkan diri.

Menariknya, meski tak melakukan banyak hal di kantornya, Ong menyebutkan bahwa perusahaan tetap menggajinya sebesar SG$3.400 atau kisaran Rp36 juta per tahun (asumsi kurs Rp10.400 per dolar Singapura)

Mengutip dari World of Buzz pada Kamis, 16 Juni 2022, Ong mengungkapkan keinginannya lewat akun Facebook miliknya. Menurutnya, bekerja di kantor terasa sangat membosankan setelah melakukan WFH selama beberapa tahun lantaran pandemi COVID-19.

Ia juga menyebutkan bahwa ia tak puas dengan pekerjaannya lantaran hanya menerima 20 hingga 30 email per hari. Ong merasa, bekerja dari rumah lebih baik lantaran ia bisa menyelesaikan pekerjaannya hanya dalam waktu 2 hingga 3 jam. 
Sisa waktu lainnya bisa digunakan untuk melakukan banyak kegiatan pribadi. Sedangkan saat ini, ia merasa lebih tertekan lantaran pekerjaannya selesai lebih cepat, namun ia harus terlihat 'pura-pura' bekerja.  

"Sekarang kembali ke perusahaan, nyalakan layar komputer, buka Excel, dan pura-pura mengetik.  bos duduk di belakang dan komputer tidak dapat membuka hal lainnya. Menunggu email masuk dan memantau kotak masuk selama 8 jam. Sedih sekali," tulisnya seperti dikutip TrenAsia.com.

Ong yang diketahui bekerja sebagai Staf Administrasi ini juga mengungkapkan bahwa para senior terlah menasehatinya agar tidak mengeluh tentang kurangnya pekerjaan. Mereka bahkan menasehati Ong untuk memperlambat ritme kerjanya.

Namun hal ini justru malah membuat Ong merasa stres lantaran mengikis motivasi kerjanya.

"Tekanan batin berpura-pura sibuk ketika tidak ada yang harus dilakukan benar-benar tidak nyaman. Terkadang aku sangat ingin berteriak, ah sangat membosankan!," ujarnya.